Pewarnaan SitoHistoteknologi



METODE PEMBUATAN SEDIAAN, FIKSASI,
DEHIDRASI & PENJERNIHAN

A. METODE PEMBUATAN SEDIAAN
1. Metode Oles (Smear Methods)
Adalah suatu pembuatan sediaan dengan jalan mengoles / membuat selaput (film) dari substansi yang berupa cairan atau bukan cairan diatas gelas benda yg bersih dan bebas lemak, untuk selanjutnya kmd difiksasi, diwarnai dan ditutup dengan gelas penutup.
Bahan yang sering dibuat sediaan oles : darah, nanah / jaringan-jaringan tertentu. Cara ini sangat baik untuk mempelajari : sitologi darah, sumsum tulang merah, eksudat dari bermacam-macam jaringan yg meradang.
Contoh pembuatan sediaan oles :
- Pembuatan sediaan darah tipis
- Pembuatan sediaan oles dari jaringan
- Pembuatan sediaan darah tebal
- Pembuatan sediaan nanah yang tebal (nanah diencerkan dahulu dgn serum / cairan lain, bila keruh, disentrifugasi, endapan diencerkan lagi, siap dioleskan)
Beberapa pewarnaan sediaan oles : Pewarnaan Giemsa, Pewarnaan May Grunwald (larutan eosin-methylen blue dlm methyl alkohol), Pewarnaan Pappenheim, Pewarnaan Wright.

2. Metode Rentang (Spread)
Adalah suatu metode pembuatan sediaan dengan cara merentangkan suatu jaringan pada permukaan gelas benda sehingga dapat diamati dengan mikroskop.
Bahan yang dibuat jaringan yang tipis, misal : pleura, mesenterium, peritoneum, pericardium, dsb. Dapat diamati tanpa pewarnaan / dengan pewarnaan Mallory-Acid Fuchsin : Hematoksilin ; Azure II-Eosin.

3. Metode Pencet (Squash)
Adalah metode untuk mendapatkan suatu sediaan dengan cara memencet suatu potongan jaringan atau suatu organisme secara keseluruhan sehingga didapatkan suatu sediaan yang tipis yang dapat diamati dengan mikroskop.
Digunakan untuk jaringan yang sel-selnya mudah lepas, misal : lien, sumsum tulang, tumor seluler dll. Diambil ± 1 mm. Pewarnaan yang digunakan : Larutan Carmine.

4. Metode Supravital
Adalah metode untuk mendapatkan sediaan dari sel / jaringan yang hidup.
Zat warna : Janus Green, Neutral Red, Methylen Blue dengan konsentrasi tertentu. Bahan : darah, epithelium mukosa mulut.

5. Metode Irisan
Suatu metode pembuatan sediaan dengan jalan membuat suatu irisan dengan tebal tertentu sehingga dapat diamati dengan mikroskop.
Ada 2 macam metode irisan :
- Metode irisan dengan tangan
- Metode irisan dengan mikrotom

 Metode Irisan dengan Mikrotom
Keuntungan : tebal irisan dapat diatur menurut tujuan dan kehendak pemeriksa.
 Macam-macam Mikrotom
1. Mikrotom geser (Sliding Microtome)
Disini jaringan tetap pada tempatnya sedangkan pisaunya yang bergerak. Jaringan yang akan dipotong adalah jaringan yang tanpa penanaman (embedding) terlebih dahulu. Irisan dikumpulkan pada wadah berisi air, disini pisau dan kuas harus basah.
2. Mikrotom beku (Freezing Microtome)
Alat dihubungkan dengan tabung yg berisi CO2 dingin melalui suatu pipa karet. Disini jaringan tetap berada pada tempatnya, sedang pisau yang bergerak ke muka dan ke belakang. Digunakan dalam sediaan irisan dengan metode beku.
3. Mikrotom putar (Rotary Microtome)
Disini pisau tetap pada tempatnya sedangkan jaringan yang bergerak keatas dan kebawah. Digunakan untuk pembuatan sediaan irisan dengan metode paraffin.
Cara ini banyak digunakan karena irisan yang diperoleh lebih tipis dibanding metode lain dan hampir semua jaringan dapat diiris dengan mikrotom ini.
Disini irisan jaringan yang terjadi satu sama lain saling bergandengan sehingga terbentuk pita yang panjang.

B. FIKSASI
Suatu usaha untuk mempertahankan elemen-elemen sel / jaringan agar tetap pada tempatnya dan tidak mengalami perubahan bentuk dan ukuran. Zat yang digunakan : fiksatif.
Fiksatif :
- Mempunyai kemampuan mengubah indeks bias bagian sel sehingga mudah dilihat dengan mikroskop.
- Membuat jaringan mudah menyerap zat warna.
Lama fiksatif tergantung :
- Macam jaringan
- Tebal tipisnya jaringan
- Macam fiksatif yang dipergunakan.

Macam-macam fiksatif
a. Larutan fiksatif sederhana
Hanya mengandung satu macam zat saja. Misal : etanol 70-100% ; Formaldehyde 4-10% ; Asam asetat 0,3-5% ; Asam pikrat ; asam Chromiat 0,5-1 % dll.
b. Larutan Fiksatif Majemuk / campuran
Mengandung lebih dari satu macam zat. Misal : larutan Bouin (asam pikrat, formalin dan asam asetat glasial) ; Larutan Zenker (merkuri chlorida, potassium dichromate, aquadest) dll.
Larutan Zenker : Nuklei dan jaringan pengikat sangat terpulas baik terutama jaringan tumor.

C. DEHIDRASI
Adalah penarikan molekul air dari dalam jaringan. Dilakukan setelah proses fiksasi, kegagalan / ketidaksempurnaan pada proses ini menyebabkan kegagalan pada langkah selanjutnya.
Sel pada jaringan hidup mengandung air ± 85% , air tidak tercampur dengan paraffin / seloidin sehingga perlu dehidrasi. Kemikalia yang digunakan : ethanol, Dioxane, Acetone dsb. Dehidrasi menggunakan alkohol bertingkat mulai konsentrasi rendah sampai absolut.

D. PENJERNIHAN
- Kemikalia berfungsi membuat jaringan menjadi jernih dan transparan.
- Merupakan perantara antara proses dehidrasi dengan proses penanaman.
- Bila memakai alkohol pada dehidrasi perlu dilakukan dealkoholisasi.
- Waktu yang dipergunakan tergantung dari : tebal jaringan, zat penjernih yang dipergunakan.
- Macam-macam zat penjernih :
- Xylol / Xylene
Kebaikan : prosesnya cepat, mudah didapat. Kejelekan : jaringan dapat dipindahkan ke kemikalia ini hanya dari alkohol absolut.
- Toluol / Toluene
Kebaikan : harga murah, mudah didapat, prosesnya cepat dan jaringan menjadi jernih. Kejelekan : Bila terlalu lama dalam toluen jaringan menjadi keras dan sukar diiris, jaringan dapat dipindahkan kesini dari alkohol absolut.
- Minyak Cedar
Kebaikan : hanya sedikit mengerutkan jaringan. Kejelekan : prosesnya lambat.
- Chloroform
Kebaikan : hanya sedikit pengerutan, dapat digunakan untuk jaringan-jaringan yang besar. Kejelekan : mahal dan sukar dipindahkan ke paraffin
- Minyak Cengkeh
Kebaikan : proses cepat, jaringan dapat dipindahkan langsung dari alkohol 95 % , hanya sedikit pengerutan. Kejelekan : mahal harganya, sukar untuk memindahkan jaringan ke paraffin.
- Minyak Anilin
Kebaikan : proses cepat, dapat dipindahkan langsung dari alkohol 70 % dan hanya sedikit mengerutkan jaringan. Kejelekan : sukar dipindahkan ke parafin.
- n – Butyl Alkohol
Kebaikan : sangat baik untuk objek-objek yang keras dan padat. Kejelekan : memerlukan waktu lama.

METODE PARAFIN
 Kebaikan metode ini :
1. Irisan dapat jauh lebih tipis daripada menggunakan metode beku / seloidin (tebal irisan > 10 µ) dengan metode parafin tebal irisan 6 µ.
2. Irisan yang bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah
3. Prosesnya jauh lebih cepat.
 Kejelekan :
1. Jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah.
2. jaringan yang besar tidak dapat dikerjakan
3. Sebagian besar enzim akan larut
 Urutan kerja pembuatan sediaan irisan dengan metode parafin :
Fiksasi ; pencucian (washing) ; dehidrasi ; penjernihan ; infiltrasi parafin ; penanaman (embedding) ; penyayatan (section) ; penempelan (affiksing) ; deparafinasi ; pewarnaan (staining) ; penutupan (mounting) ; labelling.


METODE PARAFIN
Fiksasi
Organ yang diambil segera difiksasi, kalau diperlukan sebelum difiksasi dicuci dulu dengan larutan garam difisiologis.
Pencucian
Untuk menghilangkan larutan fiksasi dari jaringan dilakukan beberapa kali dengan cermat dan teliti.
Dehidrasi
Untuk menarik air yang terdapat didalam jaringan agar nantinya seluruh ruang antar sel dalam jaringan dapat diisi oelh molekul-molekul parafin.
Dehidran yang paling banyak digunakan : alkohol (dari prosentasi rendah sampai yang absolut) setingkat demi setingkat karena untuk menjaga agar tidak terjadi perubahan yang tiba-tiba terhadap sel jaringan sehingga perubahan struktur sel yang terjadi sekecil mungkin.
Penjernihan
ntuk menarik alkohol/ dehidran lain dalam jaringan agar nantinya dapat digantikan molekul parafin.
Infiltrasi Parafin
Dipilih parafin yang titik cairnya 50-56OC. Sebaiknya jaringan jangan dimasukkan langsung dari zat penjernih ke parafin murni tetapi kedalam campuran zat penjernih-parafin murni untuk menghindari perubahan lingkungan yang sangat mendadak terhadap jaringan sehingga jaringan dapat mengerut.dll.
Dalam campuran : selama 10 – 30 menit
Parafin murni I : 30 – 60 menit \
Parafin murni II : 30 – 60 menit } Tujuan : Agar jaringan mendapatkan
Parafin murni III : 30 – 60 menit / parafin yang betul murni.
Juga untuk mencegah tertahannya sejumlah besar zat penjernih didalam jaringan yang akan melunakkan jaringan dan membuat jaringan sukar diiris.

Penanaman Dalam Jaringan
Parafin yang digunakan mempeunyai titik cair yang sama dengan parafin untuk infiltrasi. Setelah jaringan dianggap cukup waktunya dalam parafin III tuangkan parafin murni kedalam kotak karton hingga penuh.
Ambil jaringan dengan cepat dari parafin III masukkan kotak yang berisi parafin cair dan usahakan tidak terjadi gelembung udara didalam blok, gelembung udara terjadi karena kecepatan pembekuan parafin yang tidak sama didalam kotok karton.
Penyayatan
Bila akan menempelkan irisan jaringan pada gelas benda, maka disiapkan dahulu alat / bahan sebagai berikut :
1. Gelas benda
2. Albumin Mayer untuk merekatkan jaringan pada gelas benda
3. Meja pemanas (hot Plate) : tempat pemanasan yang berfungsi untuk merentangkan irisan jaringan dan merekatkan jaringan pada gelas benda.
4. Pipet tetes
5. Aquadest
6. Sonde
Cara penempelan :
Teteskan setetes albumin Mayer pada gelas benda dan diratakan seluruh permukaan. Tetesilah aquadest (agar irisan jaringan yang akan diletakkan terentangm tidak melipat), lalu jaringan diletakkan dan angkat gelas benda letakkan pada meja pemanas. Atur letak irisan dengan 2 sonde. Dalam satu gelas benda dapat ditempel 1-2 irisan tergantung besar kecilnya jaringan. Setelah kering, siap untuk diwarnai tetapi dapat juga disimpan untuk beberapa hari.
Pewarnaan
Deparafinasi : menghilangkan parafin yang terdapat didalam jaringan. Caranya : merendam gelas benda yang berisi irisan jaringan kedalam Xylene ± 15 menit.
Berikutnya : Masukkan kedalam alkohol 96 %, 80 %, 70 %, dst sampai aquadest dengan waktu beberapa detik / 3-4 kali celupan. Masukkan kedalam larutan zat warna aquosa.

Pewarnaan Hematoxylin-Eosin
- Deparafinasi dengan xylene
- Kelebihan xylene diisap dengan kertas filter melalui tepi gelas benda.
- Celup sebentar dalam alkohol 96%, kemudian 80%, 70%, 50%, 30%, aquadest.
- Masukkan kedalam larutan Hematoxylin dengan waktu tertentu : 3-7 detik.
- Air mengalir : 10 menit. Cuci aquadest sebentar.
- Masukkan sebentar saja berturut-turut mulai dari alkohol 30%, 50%, 70%.
- Kemudian kedalam larutan eosin 0,5% (dalam alkohol 70%) 1-3 menit.
- Pewarnaan selesai, tetapi jaringan tidak dapat ditutup langsung dengan Canada balsam, karena Canada balsam dilarutkan dalam xylene, sedangkan jaringan masih berada dalam media alkohol 70% sehingga jaringan harus dibawa ke media xylene dulu.
- Dari larutan eosin 0,5% (dalam alkohol 70%) selanjutnya berturut-turut masukkan ke alkohol 70%, 80%, 96%, alkohol absolut, masing-masing sebentar saja.
- Masukkan xylene ± 10 menit (xylene berfungsi untukl mengantar ke canada balsam juga berfungsi untuk menjernihkan jaringan yang sudah terpulas).
- Jrigan ditutup dengan gelas penutup setelah ditetesi dengan Canada balsam terlebih dahulu.
Pelabelan
Label dituliskan : nama spesies, nama organ / jaringan, potongan melintang / membujur, pewarnaan yang digunakan, tanggal pembuatan.

Metode Pewarnaan
Metode Hasil
Hematoxylin-Eosin Biru (hematoxylin)
Sitoplasma basofilik, nukleus, bakteri, Ca. Merah (eosin)
Sitoplasma, jaringan ikat dan semua jaringan lain.
Van Gieson Kuning (as. pikrat)
Sitoplasma, otot, amiloid, fibrin, fibrinoid. Merah (fuchsin)
Jaringan ikat, hyalin. Hitam (iron hematoxylin)
Nukleus
Elastic Stain Hitam (resorchin-fuchsin)
Serabut elastik
Merah (nuklear fast red)
Nukleus
Elastic-Van Gieson (E.V.G) Kombinasi
Azan Merah (Azocarmine)
Nukleus, eritrosit, fibrin, fibrinoid, sitoplasma acidofilik Biru (Aniline blue, Orange G)
Serabut kolagen, sitoplasma basofilik, mukus.
Silver Stain Hitam (ammoniakal AgNO3)
Serabut retikulum, serabut saraf. Abu-abu
Serabut kolagen
Fat stain Merah (Sudan III, Scarlet Red)
Lemak netral Biru (Hematoxylin)
Nukleus, sitoplasma
Congo Red Merah (Congo Red)
Amyloid Biru (Hematoxylin)
Nukleus
Weigerts Fibrin Stain Biru (Lugol Solution)
........
Merah (Nuclear Fast Red)
......................
Berlin Blue Reaction Biru (Ca. Ferrocyanid)
Hemosiderin, Fe3+ Merah (Nuclear Fast Red)
Nukleus
Giemsa Biru (metil violet)
Nukleus, semua substansi basofilik. Merah (azur-eosin)
Eosinofil, sitoplasma, granula, serabut kolagen.
Ziehl-Neelsen Merah (carbol Fuchsin)
Basil tbc, Lepra Biru
Hemalum
Nukleus
Periodic Acid Schiff Reaction (PAS) Merah (Schiff Reagent)
Adjacent hydroxyl Groups & amino-alkohol.


PERIODIC ACID SCHIFF (PAS)

Prinsip :
Setelah pengecatan karbohidrat dipecah oleh periodic acid menjadi aldehid dan aldehid bereaksi dengan reagen Schiff membentuk warna merah.
Reagen :
Asam Periodat 0,5% dan Schiff (100 ml)
Reagen Schiff :
1 gr Basic Fuchsin dilarutkan dalam 200 cc aquades panas, dinginkan 50OC. Tambah bubuk padat sodium metabisulfid 2 gr, kocok sampai rata. Tambahkan HCl 10 cc, diamkan pada suhu kamar yang gelap 24 jam. Setelah itu tambah norit 0,5 gr kocok sampai rata (merah jadi hitam), pada pemakaian disaring hingga jernih.
Prosedur :
- Deparafinisasi, cuci dengan air.
- Tambahkan periodic acid selama 5 menit, tambahkan cat Schiff selama 15 menit. Cuci air 15-20 menit (sampai jaringan berwarna merah muda)
- Beri reagent Harris Hematoksilin 6 menit, cuci dgn air untuk melarutkan Harris Hematoksilin.
- Beri acid alkohol 3-5 menit
- Cuci dengan air, baru kmd diberi amonium water sampai warna biru hilang.
- Lakukan dehidrasi, clearing, mounting.
Interpretasi :
Sitoplasma merah

KANKER

Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel abnormal yang cendrung menginvasi jaringan disekitarnya dan menyebar ke tempat-tempat jauh.
Kategori kanker
- Karsinoma adalah kanker jaringan epitel termasuk sel-sel kulit, testis, ovarium, kelenjar penghasil mukus, sel penghasil melanin, payudara, serviks, kolon, rektum, lambung, pankreas dan esophagus.
- Limfoma adalah kanker jaringan limfe yang mencakup kapiler limfe, limpa, berbagai kelenjar limfe dan pembuluh limfe. Timus dan sumsum tulang juga dapat dipengaruhi. Limfoma spesifik antara lain penyakit Hodgkin (kanker kelenjar limfe dam limpa) dam Limfoma Malignum.
- Sarkoma adalah kanker jaringan ikat, termasuk sel-sel yang ditemukan di otot dan tulang.
- Glioma adalah kanker sel-sel glia (penunjang) di susunan saraf pusat.
- Karsinoma in situ adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sel epitel abnormal yang masih terbatas di daerah tertentu sehingga masih dianggap lesi pra invasif.
Patogenesa :
Etiologi tidak jelas, ada beberapa teori :
- Genetik - Hormon
- Lingkungan - Virus

Teori Genetik
Keganasan terjadi akibat dari mutasi gen yang mempengaruhi proses pertumbuhan kemudian berkembang abnormal (ganas).
Teori Lingkungan
Keadaan lingkungan bisa mendorong/merangsang terjadinya keganasan. Misal : lingk. Pabrik banyak menghasilkan bahan carcinogenik.
Teori Hormon
Hormon dapat menyebabkan keganasan . misal : estrogen pada pil KB dikombinasi dgn progesteron sehingga tidak begitu bahaya.
Teori Virus
- Virus dalam tubuh mempunyai efek lisis steady state effect, incorporated.
- Incorporated : terjadi ikatan antara DNA/RNA virus dengan DNA sel sehingga ganas. Sel yang ganas pada keadaan yang memungkinkan : Inisiator dan Promotor
- Inisiator : bahan /jasad renik yang menyebabkan carcinogenesis
- Promotor : Bahan dari lingkungan / jasad renik / sesuatu yang dapat mendorong terjadinya carcinogenesis.
- Promotor dan inisiator pada proses carcinogenesis bekerja satu sama lain.


CARCINOGENESIS CERVIC
Cervic merupakan pertemuan antara epitel columnar (dalam uteri) dan Squamosa vagina, seringterjadi keganasan.
Carsinoma Cervic dapat dideteksi dengan metode PAP Smear. Faktor insidense adalah :
- Sex terlalu muda (<17 tahun)
- Ganti-ganti pasangan.
- Wanita yang banyak melakukan perkawinan
- Tingkat sosial ekonomi yang berhubungan hygiene sanitasi.

Deteksi :
1. PAP Smear
2. Schiller Test
3. Biopsi Kemudian diperiksa secara Patologi Anatomi

Keterangan :
Schiller Test adalah suatu cara dgn pengecatan biasa dgn larutan Iodium dab Potassium Chlor.
Prinsip :
Pada sel yang mengalami keganasan jumlah glikogennya kecil, hasilnya pucat. Pada sel-sel normaljumlah glikogen banyak (warna coklat : normal, tidak berwarna ganas) tapi ada juga positif palsu yaitu pada hiperplasia dan displasia. Jumlah glikogen kecil sekali namun juga merupakan gejala dini dari suatu keganasan.

PEWARNAAN PAPANICOLAOU (GURR, 1960)

Reagen yang diperlukan :
a. Hematoxylin Ehrlich / Harris
b. Orange G
- Phosphotungstic Acid 1 % aquosa 1,5 ml
- Alkohol absolut 95 ml
- Aquadest 3,5 ml
c. Papanicolaou 0,7 gram
Alkohol 95 % 100 ml
Letakkan dalam botol dan sumbatlah botol dengan kain katun kemudian panaskan dalam bak yang berisi air panas hingga larut. Dinginkan kemudian saring dengan kertas saring.

Prosedur
1. Sediaan apus yang masih basah, difiksasi dalam campuran eter + alkohol absolut (dalam volume yang sama) selama 5-15 menit.
2. Cuci berturut-turut dalam alkohol 90%, 70% dan 50%.
3. Cuci dalam aquadest
4. Warnai dalam Hematoxylin Ehrlich / Harris selama 5-10 menit.
5. Cuci lagi dalam aquadest
6. Diferensiasi dalam 0,5% HCl, cuci dalam aquadest.
7. Celup dalam aquadest dimana ditambahkan 3 tetes Lithium Carbonat jenuh dalam setiap 100 ml aquadest.
8. Cuci seluruhnya dalam aquadest
9. Cuci berturut-turut dalam alkohol 50%, 70% dan 90%
10. Warnai selama 1 menit dalam larutan Orange G
11. Cuci seluruhnya dalam alkohol 95% untuk menghilangkan kelebihan zat warna.
12. Warnai selama 2 menit dalam Papanicolaou
13. Cuci selama 5-10 menit dalam setiap Staning Jar yang berisi alkohol 95% (disini ada 3 buah Staining-Jar yang berisi alkohol 95%.
14. Cuci dalam alkohol absolut
15. Jernihkan dalam xylene dan tutup dalam Dpx atau Crystalite.

Analisa Sperma dalam Kimia Klinik



BAB I
PENDAHULUAN

Pengertian
Yang diartikan mani atau semen (sperma) ialah ejakulat berasal dari seorang pria berupa cairan kental dan keruh, berisi sekret dari kelenjar prostat, kelenjar-kelenjar lain dan spermatozoa. Pemeriksaan sperma merupakan salah satu jalan yang termudah untuk mengetahui tingkat kesuburan/fertilitas dan infertilitas seorang pria. Tingkat kesuburan ini memberi kesan, akan kemampuan seorang pria untuk memperoleh keturunan. Sudah jelas bagi kita semua bahwa seorang pria dengan tingkat kesuburan yang rendah atau dengan kata lain steril sulit baginya untuk memperoleh keturunan, demikian juga sebaliknya. Oleh karena hal tersebut diatas, maka seyogyanyalah seorang pria memeriksakan dirinya untuk mengetahui tingkat kesuburannya.

Andrologi
Menurut kamus kedokteran artinya ilmu tentang pria dengan objek sistem reproduksi pria. Jadi Andrologi adalah disiplin ilmu kedokteran yang bergerak dalam bidang sistem reproduksi pria, dimulai dari kandungan sampai dewasa, berbagai kelainan bawaan/ kelainan dapatan, terapi infertilitas dan gangguan fungsi seks serta pengaturan fertilitas pada pria.
Setiap pemeriksaan andrologi seyogyanya dilengkapi dengan pemeriksaan sperma, sebab hasil-hasilnya mempunyai arti penting dalam diagnosa andrologi. Karena pemeriksaan sperma bertujuan untuk meneliti segala unsur-unsur sperma.

Komposisi sperma
Sperma adalah zat setengah cair atau setengah kental yang terdiri dari dua bagian yaitu plasma sperma (plasma semen) dan spermatozoa. Plasma sperma dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar prostat, vesika seminalis, epididimis, cowper dan littre. Sedangkan spermatozoa dihasilkan oleh aktifitas tubuli seminiferi.

Spermatozoa
Sel tunggal yang terdiri atas kepala, leher dan ekor, panjang ± 50 µ, kepala berbentuk oval (lonjong), berisi nukleus, lebar 2,5-3,5 µ dan panjang 4-5 µ. Akrosom adalah suatu massa yang terdapat pada bagian anterior spermatozoa yang merupakan struktur berupa selubung yang menutupi 2/3 daerah kepala spermatozoa. Mengandung enzim-enzim : akrosin, hyaluronidase, CPE (corona penetrating enzyme). Akrosin adalah enzim proteolitik untuk menembus zona pellusida, hyaluronidase untuk menembus cumulus ooforus dan CPE untuk menembus corona radiata.

Spermatozoa abnormal
Terdapat pada orang yang fertil maupun pada orang yang infertil. Terjadi karena gangguan pada waktu spermatogenesis dan spermiogenesis. Sebab-sebab : faktor hormonal, nutrisi, obat, akibat radiasi, penyakit.

Plasma semen
Plasma semen yang merupakan sekret kelenjar genital tambahan sebenarnya tidak dikeluarkan sekaligus sewaktu ejakulasi, tetapi secara bertahap. Ada 4 tahap atau fraksi yaitu :
1. Fraksi Pre ejakulasi
Hasil sekresi dari kelenjar Cowper / Bulbo urethra dan kelenjar Littre. Sekret ini dikeluarkan dari penis jauh sebelum ejakulasi, volume ± 0,2 ml. Diduga berfungsi untuk melicinkan urethra dan melicinkan vagina waktu coitus.
2. Fraksi Awal
Hasil sekresi dari kelenjar Prostat, sekretnya berupa lendir, volume 0,5 ml. lendir mengandung berbagai zat untuk memelihara spermatozoa ketika berada di luar tubuh.
3. Fraksi Utama
Terdiri dari lendir yang berasal dari vesicula seminalis dan spermatozoa yang berasal dari epididimis. Volume ± 2 ml.
4. Fraksi Akhir
Terdiri dari lendir yang berasal dari vesicula seminalis dan sedikit sekali spermatozoa (yang non motil). Volume ± 0,5 ml.

Kandungan zat kimia semen
1. Fruktosa
- Dihasilkan oleh vesicula seminalis.
- Berada dalam plasma semen
- Sumber energi bagi motiitas spematozoa
- 1,5-7,0 mg/ml.
2. Asam sitrat
- Dihasilkan oleh kelenjar prostat
- Menjaga keseimbangan osmotik semen
- Bila zat ni tidak ditemukan dalam semen berarti ada kelainan pada kelenjar prostat.
- Mencegah terjadinya kalkuli konkresi prostat dengan cara mengikat ion Ca.
3. Spermin
- Dihasilkan oleh kelenjar prostat
- Menyebabkan bau yang khas pada semen seperti bau bunga akasia
- Suatu bakteriostatik.
4. Seminin
- Dihasilkan oleh kelenjar prostat
- Mengencerkan lendir servix.
5. Enzim Phosphatase Asam, Glukoronidase, Lisozim dan Amilase
- Dihasilkan oleh kelenjar prostat.
- Memelihara atau memberi nutrisi bagi spermatozoa di luar tubuh demi kelangsungan hidup spermatozoa.
6. Prostaglandin
- Dihasilkan oleh kelenjar vesicula seminalis dan kelenjar prostat.
- Merangsang kontraksi otot polos saluran genitalia wanita sewaktu ejakulasi dan untuk vasodilatasi pembuluh darah.
- Melancarkan spermatozoa saat bermigrasi dari vagina ke tuba fallopi dengan mengurangi gerakan uterus.
7. Na, K, Zn, Mg
- Dihasilkan oleh kelenjar prostat dan vesicula seminalis
- Memelihara pH plasma semen agar tetap pada pH normal 7,2-7,8.


BAB II
PERSIAPAN DAN SAMPLING

Persiapan dan Persyaratan
Seseorang yang akan memeriksakan spermanya, sebaiknya terlebih dahulu melakukan pantangan (abstinensi) untuk tidak mengeluarkan sperma sedikit-dikitnya selama 3 hari (3 x 24 jam) dengan alasan menurut penyelidikan, jangka waktu sebesar itu sudah cukup untuk suatu spermiogenesis dan untuk sampel yang baik. Tetapi untuk baiknya pasien diminta supaya tidak mengadakan kegiatan seksual selama 3-5 hari. Pengeluaran ejakulat sebaiknya dilakukan pagi hari sebelum melakukan aktifitas, sedekat mungkin sebelum pemeriksaan laboratorium.

Cara memperoleh Sperma
Banyak penderita tidak mengerti bagaimana cara memeriksakan sperma. Kita harus maklum, bahwa pemeriksaan sperma lain dengan pemeriksaan kencing atau tinja, karena bahan-bahan yang terakhir itu dengan wajar dapat dikeluarkan oleh penderita. Tetapi masalah memperoleh sperma yang akan diperiksa merupakan persoalan tersendiri untuk penderita. Hal ini dapat dimengerti, sebab tidak pada setiap kesempatan seseorang dapat mengeluarkan sperma. Adapun cara-cara yang digunakan untuk memperoleh sampel sperma yaitu dengan :
1. Masturbasi
Merupakan suatu metode pengeluaran sperma yang paling dianjurkan. Tindakan ini berupa menggosok kemaluan lelaki (penis) berulang-ulang, sampai terjadi ketegangan dan pada klimaks akan keluar sperma. Sebelum melakukan masturbasi hendaknya penis dicuci dahulu agar tidak tercemar oleh kotoran. Untuk mempermudah masturbasi kadang-kadang dalam menggosok penis diberi pelicin misalnya sabun, krim atau jelly. Tetapi saat dipakai jangan sampai mencapai lubang keluarnya sperma. Kebaikan dari cara ini, di samping menghindari kemungkinan tumpah ketika menampung sperma, juga pencemaran sperma dari zat-zat yang tak diinginkan dapat dihindari. Tempat penampungan sperma sebaiknya dari botol kaca yang bersih, kering dan bermulut lebar atau boleh dengan tempat lain dengan syarat tidak spermatotoksik.
2. Coitus Interuptus
Cara ini dilakukan dengan menyela atau menghentikan hubungan saat akan keluar sperma. Walaupun cara ini banyak dilakukan untuk memperoleh sampel sperma untuk diperiksa, namun cara ini kurang baik karena hasilnya kurang dapat dipertanggungjawabkan, lebih-lebih bila hasil pemeriksaannya mendapatkan hasil dimana jumlah spermatozoanya di bawah kriteria normal (oligosperma). Tetapi cara ini kelemahannya dikhawatirkan sebagian telah tertumpah ke dalam vagina sehingga tidak sesuai lagi untuk pemeriksaan. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa sperma yang dikeluarkan pada waktu ejakulasi terbagi menjadi beberapa tahap, paling sedikit dua tahap. Tahap pertama adalah merupakan ejakulat yang mengandung spermatozoa yang terbanyak, sedangkan tahap yang kedua hanya mengandung spermatozoa sedikit saja atau bahkan sering tidak dijumpai spermatozoa, tetapi mengandung porsi fruktosa yang terbanyak. Dalam pengendalian orgasme sewaktu melakukan interuptus tidak menjamin bahwa sebagian besar atau sebagian kecil terlanjur dikeluarkan di vagina sehingga mengakibatkan kita memperoleh sampel sperma yang tidak lengkap, sehingga memberikan hasil yang tidak sewajarnya.
3. Coitus Condomatosus
Dengan alasan apapun pengeluaran sperma dengan memakai kondom untuk menampung mani tidak dianjurkan dan tidak diperkenankan karena zat-zat pada permukaan karet kondom mengandung suatu bahan yang bersifat spermicidal yang mempunyai pengaruh melemahkan atau membunuh spermatozoa, biarpun kondom sudah dicuci dan dikeringkan. Selain daripada itu kemungkinan terjadi tumpahnya sperma sewaktu pelepasan kondom atau menuangkan ke botol penampung. Tetapi ada beberapa kondom khusus yang dipergunakan untuk keperluan penampungan sperma, karena bahan dipakai tidak bersifat spermasida.
4. Vibrator
Masih ada cara lain untuk mempermudah mengeluarkan sperma ialah dengan vibrator. Alat ini mempunyai berbagai ukuran, terbuat dari plastik dengan permukaan halus, dapat digerakkan dengan baterai yang menghasilkan getaran lembut. Alat ini kalau ditempelkan pada glans penis, akan menimbulkan rasa seperti mastrubasi dan dengan fibrasi yang cukup lama, diharapkan sperma akan keluar.
5. Refluks Pasca Sanggama
Dengan memeriksa sperma yang telah ke vagina. Cara ini tidak dianjurkan karena dipergunakan cairan fisiologis untuk pembilasan, dan sperma tercampur dengan sekret vagina, sehingga akan didapatkan hasil yang tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya.

Wadah Penampung
Mani langsung dikeluarkan ke dalam satu wadah terbuat dari gelas atau plastik yang bermulut lebar dan yang lebih dahulu dibersihkan dan dikeringkan. Wadah harus dapat ditutup dengan baik untuk menjaga jangan sampai sebagian tertumpah. Pasien diminta mencatat waktu pengeluaran mani tepat sampai menitnya dan menyerahkan sampel itu selekasnya kepada laboratorium. Laboratorium juga wajib mencatat waktu pemeriksaan-pemeriksaan dijalankan.

Penyerahan sampel sperma
Segera setelah sperma ditampung, maka sperma harus secepatnya diserahkan kepada petugas laboratorium. Hal tersebut perlu dilakukan karena beberapa parameter sperma mempunyai sifat mudah berubah oleh karena pengaruh luar. Sperma yang dibiarkan begitu saja akan berubah pH, viskositas, motiltas dan berbagai sifat biokimianya.

Waktu pemeriksaan
Setelah penderita diberikan penerangan tentang cara-cara serta syarat-syarat pengeluaran sperma dan lainnya, maka waktu pengeluaran sperma dapat pula ditetapkan. Hal ini tergantung dari kesiapan pasien dan kesiapan laboratorium. Kalau syarat-syarat serta semua persiapan baik penderita maupun laboratorium telah dipenuhi, maka pengeluaran sperma dapat dilakukan.
Segera setelah diterima petugas laboratorium, hendaknya sperma secepatnya diperiksa. Sperma harus diletakkan di dalam suhu kamar. Contoh sperma tidak boleh didinginkan dibawah 20OC atau dipanaskan diatas 40OC, oleh karena kedua hal ini dapat mempengaruhi motilitas dan viabilitas spermatozoa.

Hal-hal lain
Hal lain yang perlu diutarakan pada pasien adalah pada waktu abstinensia janganlah minum obat - obat apapun, apalagi minum obat-obat perangsang seks, tonikum atau semacamnya. Hal ini diperlukan agar benar-benar sperma yang diperiksa tidak dipengaruhi oleh obat – obatan. Kalau perlu dicatat obat yang dimakan dalam 1-2 minggu sebelum analisis dilakukan.


BAB III
PEMERIKSAAN SPERMA

Parameter sperma dapat berupa parameter sperma dasar serta parameter biokimia sperma. Dalam pemeriksaan rutin atau pemeriksaan dasar, yang dilakukan adalah mengukur parameter yang diperlukan sebagai dasar umum untuk mendiagnosis keadaan andrologis, serta yang mudah dilakukan dengan tidak memakai alat-alat serta pengetahuan yang lebih rumit.
Berikut parameter pemeriksaan sperma meliputi :
A. Pemeriksaan Makroskopis :
1. Liquefaksi
2. Viscositas
3. pH Sperma
4. Bau Sperma
5. Warna Sperma
6. Volume Sperma

B. Pemeriksaan Mikroskopis :
1. Pergerakan (Motilitas) Spermatozoa
2. Vitalitas Spermatozoa
3. Jumlah Spermatozoa
4. Morfologi Spermatozoa
5. Aglutinasi spermatozoa (khusus)
6. Benda-benda khusus sperma (khusus)

C. Pemeriksaan Kimiawi dan enzim
1. Kadar Fruktosa
2. Acid Phospatase/ACP (khusus)

A. Pemeriksaan Makroskopis
Pemeriksaan makroskopis memperhatikan volume, warna kekeruhan dan kentalnya mani, selain itu biasanya pH juga diperiksa. Mengukur volume dilakukan dengan memindahkan ejakulat kedalam gelas ukur 5 atau 10 ml sesuai dengan keadaan yang dihadapi.
1. Likuefaksi (pencairan)
Sperma yang baru saja dikeluarkan selalu menunjukkan adanya gumpalan diantara lendir putih yang cair. Liquefaction ini terjadi karena daya kerja dari enzim-enzim yang diproduksi oleh kelenjar prostat antara lain enzim seminin. Untuk sperma yang normal gumpalan ini akan mencair setelah waktu 15-20 menit.
Makna Klinis :
Jika liquefaction melebihi dari waktu 20 menit atau lebih lama lagi berarti terjadi gangguan pada kelenjar prostat dan defisiensi enzim seminin.
2. Pemeriksaan Viscositas (Kepekatan)
Setelah terjadi likuefaksi, biasanya cairan sperma menjadi homogen, tetapi tetap menunjukkan suatu sifat kepekatan. Untuk mengukur suatu viscositas dari sperma yang termudah dengan jalan menyentuh permukaan sperma dengan pipet atau batang pengaduk, kemudian ditarik, maka akan terjadi benang yang panjangnya antara 3-5 cm. makin panjang benang yang terjadi, maka makin tinggi viscositasnya. Pengukuran viscositas seperti tersebut diatas sifatnya sangat subyektif dan tergantung dari keterampilan si pemeriksa. Ada suatu cara yang lebih tepat untuk mengukur suatu viscositas dengan mempergunakan suatu pipet standar yang disebut Pipet Elliasson. Pipet ini mempunyai volume 0, 1 ml.
Prosedur :
- Sperma diisap dengan pipet Elliason sampai menunjukkan volume 0,1 ml.
- Kemudian tekanan dilepaskan.
- Tetesan pertama diukur dengan stopwatch.
Normal : 1-2 detik
Catatan :
Baik liquefaction maupun viscositas tergantung dari daya kerja enzim-enzim kelenjar prostat. Perlu ditekankan bahwa viscositas sangat erat hubungannya dengan motilitas spermatozoa, artinya viscositas yang tinggi sering disertai dengan motilitas yang rendah.
Makna klinis :
- Jika semen terlalu kental (panjang benang > 5 cm) maka enzim likuefaksi dari prostat kurang berfungsi.
- Jika terlalu encer (panjang benang <> 8 maka radang akut pada kelenjar genitalia tambahan atau epiddiymitis. Sedang pada pH <> 6 ml
Hypospermia disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
- Sampel tumpah karena tidak hati-hati, ini disebut kesalahan tehnis.
- Gangguan patologis dan genetis pada organ genitalia
- Vesicula seminalis tidak berfungsi
- Gangguan hormonal atau akibat radang.
Hyperspermia disebabkan oleh abstinensi yang terlalu lama dan kelenjar genitalia tambahan terlalu aktif.

B. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan setelah sperma mengalami liquefaction. Jadi kira-kira 20 menit setelah dikeluarkan. Adapun pemeriksaan mikroskopis yang umum dilakukan meliputi :
1. Pergerakan (Motilitas) Spermatozoa
a. Mekanisme pergerakan
Spermatozoa bergerak (Motil), dengan maksud agar sampai dialat reproduksi wanita untuk pembuahan. Energi untuk motilitas bersumber pada bagian tengah spermatozoa. Dibagian tengah itu dapat diibaratkan generator spermatozoa. Energi dari bagian tengah disalurkan kebagian distal, yaitu ke ekor, kemudian ekor bergerak. Jadi ekor dapat diibaratkan sebagai kemudi juga sebagai pendorong spermatozoa.
Energi yang keluar menyebabkan dua macam gerakan. Pertama, gerakan bergelombang keujung ekor. Gelombang itu makin ke ekor makin lemah. Gerakan kedua bersifat sirkuler. Energi yang keujung ekor itu tidak lurus kebelakang tapi arahnya melingkari batang tubuh bagian tengah, terus keujung ekor.
Resultante dari dua gerak tersebut menyebabkan motilitas spermatozoa, seluruh tubuh spermatozoa mulai dari kepala sampai ke ekor bergerak melingkar pada as-nya dan ke depan. Hal ini menyebabkan gerak lurus ke depan aktif, lincah dengan irama getar ekor yang teratur.Irama getar ekor spermatozoa normal manusia ialah 15x/detik. Pada sapi getaran itu kira-kira 20 x/detik.
Maka dari itu dapat dibayangkan bahwa hanya spermatozoa yang normal saja yang dapat bergerak normal pula. Sebab andaikata bentuk kepala spematozoa tak normal katakanlah bentuk terato maka arah gerakan tak mungkin lurus ke depan sebab bagian depan sedemikian tak ideal untuk memperoleh gerak lurus . Demikian pula andaikata terdapat bagian tengah yang bengkok, bagian ekor yang melingkar, bagian kepala yang masih tertempel oleh sisa sitoplasma (imatur) kesemuanya mengakibatkan terganggunya gerak lurus ke depan dan lincah.
b. Macam Motilitas spermatozoa
Berdasarkan mekanisme motilitas tersebut dapat dibedakan dua macam motilitas spermatozoa, yaitu :
 Spermatozoa Motilitas Baik.
Spermatozoa bergerak lurus kedepan, lincah, cepat dengan beat ekor yang berirama.
 Spermatozoa Motilitas Kurang Baik.
Semua motilitas spermatozoa kecuali yang tersebut spermatozoa motilitas baik, dianggap spermatozoa dengan motilitas kurang baik atau jelek.
Yang termasuk motilitas spermatozoa kurang baik ialah :
- Motilitas bergetar atau berputar
Spermatozoa hanya bergetar dalam satu bidang saja dan kadang-kadang berhenti. Ekor hanya bergetar kekiri atau ke kanan tak bergetar rotasi meskipun frekuensi getarnya dapat tinggi. Karena terdapat kelainan morfologis atau kelainan pengantaran energi gerak melingkar maka spermatozoa dapat menempuh gerakkan kurva, spematozoa motilitasnya berputar-putar saja.
- Motilitas tanpa arah
Pada keadaan ini ekor spermatozoa dapat bergetar tinggi atau rendah. Kepala bergerak tak teratur. Kelainan ini disebabkan adanya bentuk spermatozoa abnormal maupun distribusi dan pengantaran energi tak normal pada spermatozoa.
- Motilitas karena asimetri kepala atau ekor
Motilitas jenis ini disebabkan karena kelainan morfologi spermatozoa sehingga memyebabkan motilitasnya melingkar baik searah maupun berlawanan dengan jarum jam. Kalau morfologi ekor spermatozoa asimetri, amplitudo getaran juga tidak teratur. Kalau pengantaran energi rotasi ada atau tak teratur sedang ekor asimetri terjadi motilitas dengan arah melingkar.
- Motilitas spermatozoa imatur
Spermatozoa imatur mungkin berbentuk normal dan mungkin pula tidak normal karena adanya beban droplet (sisa) sitoplasma maka arah gerak kepala berat sebelah. Kalau sistem pengantaran energi belum masak pula dapat terjadi motilitas yang bemacam-macam “rocking” melingkar dan gerak tak teratur. Demikian pula andaikata sisa sitoplasma terletak dibagian tengah atau ekor spermatozoa motilitas yang timbul akan bermacam-macam.
- Motilitas spermatozoa teraglutinasi
Motilitas spermatozoa ini terbatas karena spermatozoa melekat satu dengan yang lain (aglutinasi sejati) atau karena melekat pada benda lain (sel bulat, kristal, bakteri, protozoa dll) bila terdapat aglutinasi palsu. Tergantung macam aglutinasi (kepala-kepala, ekor-ekor, dan ekor-kepala) motilitas yang terjadi akan berlainan pula.
- Motilitas spermatozoa terperangkap
Motilitas jenis ini terbatas karena terperangkap oleh sperma yang belum mengalami likuefaksi total, meskipun telah melewati batas normal waktu likuefaksi. Hal ini akan terlihat kalau sperma diperiksa motilitas berurutan yaitu langsung setelah ejakulasi dan setiap setengah jam setelah ejakulasi.
- Motilitas spermatozoa yang lemah
Spema yang kekurangan energi mempunyai gerakan lemah, meskipun arahnya ke depan beat ekor teratur, lurus namun tak lincah. Hal ini dapat disebabkan karena sperma telah lama tak diperiksa, sehingga energi untuk motilias berkurang. Dalam hal ini fruktosa telah banyak dipecah (fruktolisis). Penyebab lain ialah memang cadangan energi berkurang sejak awal misalnya pada kelainan vesika seminalis.
 Spermatozoa yang tidak bergerak
Spermatozoa yang sama sekali tidak bergerak dan tetap diam ditempat.
c. Pemeriksaan motilitas spermatozoa :
Pemeriksaan motilitas spermatozoa dilakukan dengan cara meneteskan setetes sperma pada gelas obyek. Tetesan diusahakan sama besarnya untuk setiap pemeriksaan. Bilamana tetesan tidak sama besarnya pengamatan spermatozoa secara prosentase dan kuantitatif akan berbeda. Terdapat beberapa cara untuk mendapatkan tetesan sperma yang sama, yaitu :
- Sperma diteteskan dengan pipet
Diharapkan dengan tetesan pipet volume sperma yang diteteskan sama. Dalam hal ini untuk setiap sperma harus memakai pipet yang berbeda dan harus baru/bersih benar. Sebab kalau sebuah pipet telah pernah digunakan untuk satu sperma, kemudian dipergunakan untuk sperma lainnya akan ada unsur pada sperma pertama yang terpindahkan ke sperma kedua. Kalau misalnya sperma yang kedua azoospermi maka kemungkinan akan dinilai tidak azoospermi sebab telah tercampur oleh spermatozoa dari sampel pertama.
- Sperma diteteskan dengan batang pangaduk terbuat dari pada gelas
Cara ini kebanyakan akan memperoleh tetesan yang sama besar. Apalagi kalau ujung batang gelas tidak sama besarnya. Keadaan yang mempengaruhi ialah kekentalan sperma . Bila sperma kental tetesan akan berbeda bilamana sperma encer. Perbedaan-perbedaan ini dapat diatasi kalau para pemeriksa sperma banyak pengalaman meneteskan sperma pada gelas objek.
- Sperma diteteskan dengan batang kawat baja berujung bulat
Dengan cara ini memang diperoleh ukuran tetesan yang sama. Untuk menghindari kontaminasi sperma lain maka setelah loop dipakai untuk satu spesimen sperma, kemudian dibakar, setelah itu dapat dipergunakan untuk memeriksa sperma yang lain.

Tujuan : untuk mengetahui dan menentukan baik tidaknya pergerakan (motilitas) spermatozoa dan jumlah prosentase yang bergerak.
Prinsip : Sperma dengan zat tambahan atau tidak dilihat pergerakannya dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x45 dan hasilnya dilaporkan dalam persen ( % ).
Alat : - Objek Glass - Pipet tetes
- Cover glass - Mikroskop
Prosedur :
- Ambil 1 tetes sperma letakkan diatas objek glass.
- Tutup dengan cover glass.
- Periksa dibawah mikroskop perbesaran objektif 40-45x.
- Periksa adanya spermatozoa yang :
• Bergerak aktif (%)
• Bergerak tidak aktif (%)
• Tidak bergerak (%)

d. Penilaian motilitas spermatozoa
Penilaian motilitas spermatozoa dilakukan sebagai berikut :
• Spermatozoa yang bergerak aktif adalah spermatozoa yang bergerak cepat ke depan, lincah dan aktif (%)
• Spermatozoa yang kurang aktif bergerak adalah spermatozoa yang bergerak berputar di tempat (%)
• Spermatozoa tidak bergerak (%).
• Jumlah spermatozoa yang aktif ditentukan dalam persen (%). Misalnya : jumlah spermatozoa 110 yang bergerak aktif 50 maka spermatozoa yang aktif adalah 50/110 x 100% = 45,5%
• Besar kecilnya tetesen dan berat ringannya gelas penutup berpengaruh pada motilitas spermatozoa. Sebelum diteteskan sperma terlebih dahulu diaduk rata sehingga homogen. Motilitas spermatozoa biasanya dilihat setelah terjadi likuefaksi lengkap.
• Pemeriksaan harus segera dilakukan setelah gelas obyek ditempelkan. Bila terlalu lama dibiarkan baru kemudian diperiksa akan terjadi perbedaan dalam miotilitas spermatozoa.
• Untuk tahap permulaan sediaan diperiksa dengan pembesaran objektif 10 x. Setelah itu diganti dengan pembesaran objektif 40 x
• Dalam keadaan normal yang motil aktif harus diatas 70%, yang motil lemah dibawah 20% dan tidak motil dibawah 0%.
e. Berkurangnya derajat motilitas
Spermatozoa akan berkurang motilitasnya bila dibiarkan setelah ejakulasi. Angka yang dilaporkan perlu dihubungkan dengan waktu yang sudah berlalu sejak saat ejakulasi, semakin banyak waktu lewat, semakin berkurang motilitas spermatozoa. Penilaiannya :
- Biasanya didapat bahwa sampai 1 jam setelah dikeluarkan, mani berisi 70% atau lebih spermatozoa aktif, angka itu terus menerus menurun sehingga menjadi 50% sekitar 5 jam lewat ejakulasi.
- Pada keadaan normal kemunduran motilitas terjadi kira-kira 10-20% dalam waktu 2-3 jam.
- Dalam melaksanakan pemeriksaan motilitas berurutan ini temperatur laboratorium harus dijaga agar konstan, sebab perbedaan suhu juga berpengaruh terhadap motilitas spermatozoa.
- Dalam pemeriksaan rutin tidak banyak gunanya mengikuti penyusutan motilitas dari jam ke jam, berkurangnya motilitas banyak dipengaruhi oleh cara menyimpan sampel.

2. Pemeriksaan Vitalitas Spermatozoa
Spermatozoa yang tidak bergerak, belum tentu mati. Adakalanya lingkungannya tidak cocok, spermatozoa tidak bergerak. Tetapi kalau keadaan lingkungannya suatu ketika baik, ada kemungkinan spermatozoa bergerak lagi. Maka dari itu perlu dibedakan lagi antara spermatozoa yang hidup dengan spermatozoa yang mati. Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan vitalitas spermatozoa.
Untuk memeriksa vitalitas spermatozoa, dilakukan pengecatan vital atau vital staining. Cara ini digunakan untuk memastikan diagnosa nekrozoospermia.
Metode : Eosin-Nigrosin Supravital Stainning Sperma Viability
Tujuan : Untuk membedakan dan mengetahui sperma yang hidup dan yang mati.
Prinsip : Sampel sperma dibuat hapusan, diwarnai, dikeringkan dan diperiksa sperma yang mati dan yang hidup dibawah mikroskop perbesaran 10 x 100.

Alat :
- Pipet tetes
- Objek glass
- Mikroskop
- Rak dan bak pewarnaan
- Tabung reaksi
- Botol semprot
Reagensia :
- Eosin 5 %
- Negrosin 10 %
Cara Kerja :
- Sampel sperma diteteskan kedalam tabung reaksi kecil
- Ditambahkan 1 tetes eosin 5 % dan 1 tetes negrosin 10 %, di aduk
- Diambil 1 tetes, dibuat hapusan diatas objek glass, dikeringkan.
- Diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x100 pada 100 lapang pandang dan hasil dinyatakan dalam persen ( % ).
Penilaian :
Spermatozoa yang mati akan berwarna merah
Spermatozoa yang hidup akan terlihat tidak berwarna
Nilai Normal : 75 % atau lebih spermatozoa yang hidup.
Catatan :
- Spermatozoa yang mati berwarna kemerahan karena dinding spermatozoa rusak, zat warna masuk ke dalam sel.
- Spermatozoa yang hidup tetap tidak berwarna karena dinding sel masih utuh, tak dapat ditembus zat warna.
- Untuk membuat pengecatan vitalitas yang baik, zat warna harus baru, jangan terlalu kental dan jangan banyak endapan.

3. Pemeriksaan Jumlah Spermatozoa
Menghitung jumlah spermatozoa dapat dilakukan dengan metode hemocytometer biasa menggunakan pipet Thoma atau dengan modifikasi hemocytometer dengan pengenceran dalam tabung menggunakan Clinipette. Larutan yang biasa yang dipergunakan ialah larutan pengencer 5% Natrium bikarbonat dalam aquadest ditambah dengan formaldehide 1 ml.
Larutan pengencer ini juga bertindak sebagai zat spermisida yang mematikan spermatozoa, serta merupakan garam fisiologis. Dengan demikian spermatozoa yang terdapat didalam kamar hitung dapat lebih cermat dihitung.
Jumlah spermatozoa dihitung menurut beberapa cara :
1. Jumlah Spermatozoa per ml ejakulat.
2. Jumlah Spermatozoa per volume ejakulat.
Namun yang umum dipakai adalah spermatozoa per ml ejakulat. Bilamana menghendaki perhitungan untuk seluruh ejakulat, tinggal mengalikan dengan volume ejakulat.

Tujuan : Untuk mengetahui jumlah sperma yang terdapat dalam sampel sperma yang diperiksa.
Prinsip : Sampel sperma diencerkan dalam pipet lekosit dengan larutan pengencer tertentu, diperiksa dalam bilik hitung.
Alat : - Kamar hitung Improved Neubauer atau Burker
- Pipet Thoma leukosit atau eryhtrosit
- Kertas saring / tissue
Reagensia :
Larutan Pengencer Sperma :
- NaHCO3 ...............................5 gram
- Formalin 5%,..............................1 ml
- Larutan Eosin 2%.......................5 ml
- Aquadest add.........................100 ml
Prosedur :
Cara Pipet Thoma :
- Isap sperma dengan pipet leukosit sampai tanda 0,5 tepat.
- Isap larutan Pengencer Sperma sampai tanda 11 tepat.
- Kocok selama 2 menit, buang cairan 3-4 tetes, masukkan dalam kamar hitung improved Neubauer dengan menempelkan ujung pipet ditepi kaca penutup.
- Hitung sel sperma yang terdapat dalam 4 kotak sedang
- Hasilnya dinyatakan dalam juta/ml
Cara Tabung dengan Clinipette :
- Masukkan 400 ul cairan pengencer sperma kedalam tabung reaksi dengan clinipette.
- Buang 20 ul dengan clinipette cairan tadi.
- Pipet 20 ul sperma yang telah dihomogenkan dan campur dengan larutan pengencer.
- Kocok beberapa kali tabung atau letakkan diatas pengocok khusus (vibrator).
- Masukkan dalam kamar hitung improved Neubauer dengan menempelkan ujung clinipette ditepi kaca penutup.
- Hitung sel sperma yang terdapat dalam 4 kotak sedang
- Hasilnya dinyatakan dalam juta/ml
Perhitungan :
Misal jumlah didapat : 200 spermatozoa
200 x 50 = 10.000/mm3
= 10.000 x 1000 = 10 juta/ml
Nilai Normal : 20 – 70 juta / ml

Catatan :
- Untuk mempermudah penghitungan didalam bilik hitung dapat digunakan pipet eryhtrosit sebagai pipet pengencer dan sperma diisap sampai 0,5 tepat dan pengencer 101. pengenceran pipet 200x dikalikan untuk perhitungan.
- Untuk pengenceran yang lebih teliti sebaiknya menggunakan pengenceran menggunakan Clinipette dalam tabung. Pengenceran dapat diubah sesuai dengan keinginan.
- Menurut R. Gandasoebrata bila tidak memiliki larutan pengencer Natrium bikarbonat maka dapat digunakan aquadest sebagai larutan pengencer.

4. Pemeriksaan Morfologi Spermatozoa
Pemeriksaan morfologi spermatozoa ditujukan untuk melihat bentuk-bentuk spermatozoa yang didasarkan atas bentuk kepala dari spermatozoa. Seperti diketahui spermatozoa mempunyai beberapa macam bentuk. Dengan pemeriksaan ini diketahui beberapa banyak bentuk spermatozoa normal dan abnormal. Bentuk yang normal adalah spermatozoa yang kepalanya berbentuk oval dan mempunyai ekor yang panjang. Untuk pemeriksaan morfologi ini dimulai dengan pembuatan preparat smear di atas objek glass, yang dibiarkan kering dalam temperatur kamar. Setelah preparat smear tersebut kering, maka selanjutnya dilakukan prosedur pewarnaan.
Agar memperoleh hasil yang baik pemeriksaan morfologi spermatozoa dilakukan pengecatan khusus. Terdapat berbagai macam pengecatan guna memeriksa morfologi spermatozoa, diantaranya Giemsa, Wright, Romanowsky, May Grunwald, Kiewit de Jong.
Tujuan : Untuk mengetahui ada tidaknya kelainan morfologi sperma dalam sampel yang diperiksa.
Prinsip : Sperma dibuat hapusan diwarnai dengan giemsa, dicuci, dikeringkan dan diperiksa morfologi sperma dibawah mikroskop dengan anisol perbesaran 10 x 100.
Alat – alat :
- Pipet tetes
- Objek glass
- Rak dan Bak pewarnaan
- Mikroskop
- Botol semprot
- Lampu spritus
Reagensia : Karbol Fuchsin 0,25 %
Cara Kerja :
a. Cara Karbol Fuchsin
- Setetes sperma dibuat hapusan diatas objek glass.
- Difiksasi dengan nyala api 2 – 5 kali
- Diwarnai dengan carbol fuchsin 0,25% selama 5 Menit, dicuci dengan air.
- Dikeringkan dan diperiksa dibawah mikroskop perbesaran 10 x 100 dalam 100 spermatozoa
b. Cara Giemsa
- Sediaan hapus difiksasi dengan metanol selama 10 menit.
- Sisa metanol dibuang, sediaan dibiarkan kering di udara.
- Sediaan dicat dengan larutan Giemsa (17 tetes giemsa dicampur dengan 5 ml aquades) selama 20 menit.
- Sediaan dibilas dengan aquadest dan dikeringkan. diperiksa dibawah mikroskop perbesaran 10 x 100 dalam 100 spermatozoa
c. Cara Hematoxilin Meyer
- Sediaan hapus ditetesi larutan formalin 10% selama 1 menit.
- Sediaan dibilas dengan aquadest.
- Sediaan dicat dengan hematoksilin menurut Meyer selama 2 menit.
- Sediaan dibilas dengan aquadest dan dikeringkan diudara. diperiksa dibawah mikroskop perbesaran 10 x 100 dalam 100 spermatozoa
d. Cara O.Steeno
- Sediaan hapus dimasukkan ke dalam larutan metanol selama 5 menit dan dikeringkan diudara.
- Sediaan dicelupkan kedalam larutan safranin 0,1% selama 5 menit
- Sediaan dibilas dalam air buffer dua kali.
- Sediaan dicelupkan kedalam larutan kristal violet 0,25% selama 5 menit
- Sediaan dibilas dengan aquadest dan dikeringkan diudara. diperiksa dibawah mikroskop perbesaran 10 x 100 dalam 100 spermatozoa
e. Cara lain dengan Fast Green, Wright, Bryan/leishman, Papanicolou, Romanowsky dan lainnya.
Morfologi spermatozoa :
• Spermatozoa Normal :
Spermatozoa yang kepalanya berbentuk oval, reguler, dengan bagian tengah utuh dan mempunyai ekor tak melingkar dengan panjang 45 um.
• Spermatozoa Abnormal :
Spermatozoa disebut abnormal bilamana terdapat satu atau lebih dari bagian spermatozoa yang abnormal. Jadi meskipun kepala spermatozoa oval, tetapi kalau bagian tengah menebal, maka dikatakan abnormal.
 Abnormalitas kepala
- Kepala oval besar
Spermatozoa normal dengan ukuran kepala lebih besar dari normal. Panjang kepala >5µ dan lebar >3 µ
- Kepala oval kecil
Spermatozoa normal dengan ukuran kepala lebih kecil dari normal. Panjang kepala <3>2 µ.
- Kepala pipih (tapering head = lepto)
Kepala spermatozoa berbentuk seperti cerutu dengan kedua sisinya sejajar, bentuk ramping dan agak panjang, akrosomnya dapat berujung lancip atau tidak.
- Kepala berbentuk pir (piriform head)
Kepalanya nyata atau bahkan lebih menyolok berbentuk sebagai tetesan air, bagian runcing berhubungan dengan bagian tengah.
- Kepala dua (duplicated head)
Spermatozoa dengan memiliki dua kepala.
- Kepala berbentuk amorfous (terato)
Bentuk kepala yang tak menentu atau sangat besar dengan struktur yang aneh.
Abnormalitas bagian tengah
- Bagian tengah tebal
- Bagian tengah patah
- Tak mempunyai bagian tengah
Abnormalitas ekor
- Ekor sangat melingkar
- Ekor patah yang meninggalkan sisa ekor.
- Ekor lebih dari satu
- Ekor sebagai tali terpilin
Spermatozoa imatur
Spermatozoa yang masih mengandung sisa sitoplasma, yang paling tidak besarnya separuh dari ukuran kepala dan masih terikat, baik pada kepala, bagian tengah maupun pada ekor spermatozoa.

• Leukosit dalam sperma :
Dalam sperma kecuali terdapat spermatozoa juga terdapat rundzellen / round cell atau sel bundar yang terdiri dari leukosit dan sel-sel spermiogenesis. Dalam keadaan biasa terdapat leukosit dalam sperma, jumlahnya meningkat melebihi normal akan berpengaruh terhadap gambaran spermiogenesis, sehingga perlu dilakukan penghitungan leukosit.
• Menghitung rundzellen (sel bundar) :
Karena terdiri dari dua sel yaitu sel muda sperma dan leukosit, maka untuk membedakannya dapat dilakukan penghitungan sebagai berikut :
- 1 tetes sperma ditambah 1 tetes larutan Sedicolor (larutan Methylen Blue) diaduk rata diobjek glass, dibiarkan beberapa menit, diperiksa di mikroskop dengan pembesaran 400-600 kali.
- Dilakukan diferensiasi antara sel spermatozoa muda dan leukosit yang dinyatakan dalam 100%.
- Ciri-ciri sel :
Sel spermiogenesis : Dinding sel tampak tebal dengan inti yang kompak.
Leukosit : Dinding kelihatan tipis dengan inti yang khas untuk leukosit.
- Dihitung 100-200 sel bundar dan cara ini dilakukan jika junlah sel bundar per Lp lebih dari 6-10.
Jika pada sediaan jelas terlihat adanya leukosit maka dapat dipakai cara tanpa pengecatan, yaitu :
- 0,1 ml sperma diteteskan diatas objek glass lalu ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa dengan pembesaran 400-600 kali.
- Jika didapat sel leukosit 6-10/Lp atau lebih, kemungkinan menunjukkan adanya infeksi pada traktus genitalis.

5. Aglutinasi Spermatozoa
Aglutinasi spermatozoa ialah penggumpalan atau perlekatan antara satu spermatozoa dengan beberapa spermatozoa yang lain. Aglutinasi spermatozoa dapat disebabkan oleh faktor imunologis dan non-imunologis. Cara membedakan keduanya dengan mengukur titer antibodi yang terdapat pada pasangan suami isteri. Namun guna informasi pendahuluan proses aglutinasi spermatozoa, dapat dilakukan cara :
Satu tetes sperma diberi garam fisiologis.
Kalau terjadi aglutinasi sejati, spermatozoa akan tetap melekat satu dengan yang lain. Kalau dengan penambahan garam fisiologis spermatozoa lepas satu dengan yang lain, maka aglutinasi tersebut adalah aglutinasi palsu.
Cara lain oleh Hellinga (1976)
Setetes sperma segar, setelah likuefaksi total, diletakkan pada objek glass, lalu ditutup dengan gelas penutup. Sediaan dibiarkan tidak disentuh sedikitpun selama paling tidak 1 jam. Pada sperma tertentu akan terjadi penggumpalan satu dengan yang lain.
Macam-macam aglutinasi atau penggerombolan spermatozoa tersebut yaitu :
a. Aglutinasi ekor dan ekor
Pada keadaan ini ujung atau bagian ekor yang lebih proksimal bersentuhan atau berlekatan satu dengan yang lain, sedangkan kepalanya bebas bergerak. Ini dinamakan tail to tail agglutination (TT).
b. Aglutinasi kepala dan kepala
Pada keadaan ini kepala spermatozoa saling berlekatan atau bergerombol, sedangkan kepalanya bebas bergerak. Ini dinamakan head to head agglutination (HH).
c. Aglutinasi kepala dengan ekor
Pafa keadaan ini kepala satu spermatozoa atau lebih berlekatan dengan ekor sebuah spermatozoa atau lebih. Ini dinamakan head to tail agglutination (HT).
d. Spermatozoa saling menggerombol atau melekat pada suatu sel muda spermatozoa, epitel atau lain-lain benda pada sperma.
e. Spermatozoa dapat menggerombol seperti benang pada pinggir daerah sperma tertentu. Ini dinamakan aglutinasi rantai (string agglutination).

6. Benda-benda khusus spermatozoa
Didalam sperma kecuali spermatozoa dan spermatozoa muda, terdapat benda-benda khusus lainnya. Benda-benda itu berasal dari saluran genital atau kelenjar asesoria atau benda-benda lain baik hidup maupun benda mati.
a. Benda-benda mati
-Sel epitil
Biasanya berupa sel epitil pipih, yang berasal dari lepasan sel pada saluran urogenitalis. Sel pada traktus urogenitalis memang mudah lepas, apalagi kalau terjadi proses keradangan, sehingga tambahan diagnostik untuk sesuatu keradangan.
-Kristal-kristal
Kristal-kristal ini berasal dari kelenjar-kelenjar asesoria.kristal yang banyak dijumpai pada sperma : fosfat, urat dan sitrat.
-Lemak
Lemak dalam sperma berasal dari kelenjar prostat, berbentuk bundar jernih. Benda ini tak banyak artinya dalam klinis.
-Benda prostat
Berasal dari prostat, berbentuk bundar tepinya tidak rata, serta tidak berinti.
b. Benda-benda hidup
-Bakteri
Bakteri ini berasal dari infeksi traktus urogenitalis, benruknya tak nampak jelas.
-Protozoa
Infeksi traktus urogenitalis oleh protozoa sering terjadi, misal Trichomonas, amoeba dan Clamydia trachomatis.
-Jamur
Dapat dijumpaipad pasien yang dermatitis didaerah genitalia atau perineum.

C. Pemeriksaan Kimia
Karbohidrat yang ada dalam mani ialah fruktosa dan kadar fruktosa itu mempunyai korelasi positif dengan kadar testosteron dalam tubuh. Penetapan kadar fruktosa memakai reaksi Selivanoff sebagai dasar, pada reaksi itu fruktosa bereaksi dengan resorcinol dengan menyusun warna merah.
Parameter : Penetapan Fruktosa
Tujuan : Untuk mengetahui dan menentukan kadar fruktosa dalam semen yang bertalian dengan kadar testosteron.
Prinsip : Fruktosa akan berubah menjadi furfural oleh pengaruh HCl dan pemanasan, furfural yang terjadi akan berkondensasi dengan resorsinol menyusun senyawa yang berwarna merah.
Reagensia :
1. Larutan Ba(OH)2 0,3 N dibuat dengan melarutkan 47,5 g Ba(OH)2.8H2O dalam 1000 ml aqusdest.
2. Larutan ZnSO4 0,175 M dibuat dari 50 g ZnSO4.7H2O dalam 1000 ml aquadest.
3. Larutan resorcinol 0,1% dalam 100 ml alkohol 95%, larutan ini bertahan 2 bulan bila disimpan dalan lemari es.
4. HCl 10 N dibuat dari 1 volume aquadest ditambah 6 volume HCl pekat.
5. a. Standard fruktosa stock 50 mg fruktosa larutkan dalam 100 ml larutan asam benzoat 0,2%.
b. Standard fruktosa sebagai larutan kerja. 1 ml standard fruktosa stock diencerkan dengan aquadest sampai 100 ml. Pada cara dicantumkan dibawah, larutan kerja ini sesuai dengan 200 mg /dl fruktosa mani.

Prosedur Kerja :
1. Lakukan deproteinisasi mani yang akan diperiksa dengan terlebih dahulu mengencerkan 0,1 ml mani dengan 2,9 ml air. Kemudian tambah 0,5 ml larutan Ba(OH)2, campur, tambahkan 0,5 ml larutan ZnSO4, campur lagi dan pusinglah kuat-kuat.
2. Sediakan 3 tabung T (test), S (standard) dan B (blanko). Tabung T diisi 2 ml cairan atas dari langkah 1, tabung S diisi 2 ml standard fruktosa larutan kerja dan tabung B diisi 2 ml air/ aquadest.
Blanko Standard Sampel
Aquadest 2 ml -- --
Standard -- 2 ml --
Sampel -- -- 2 ml
Resorsinol 2 ml 2 ml 2 ml
HCl 6 ml 6 ml 6 ml

3. Kepada tabung T, S dan B masing dibubuhkan 2 ml resorsinol dan 6 ml HCl.
4. Campur isi tabung masing-masing, panasilah dalam bejana air 90OC selama 10 menit.
5. Bacalah absorbansi T dan S terhadap B pada 490 nm.
6. Hitunglah kadar fruktosa dengan rumus AT/AS x 200 = mg / dl fruktosa mani.

Catatan :
Kadar fruktosa dalam mani normal berkisar antara 120-450 mg/dl dan fruktosa itu berasal dari vesiculae seminales. Selain dipengaruhi oleh kadar testosteron dalam tubuh, banyaknya fruktosa dalam mani juga mengalami perubahan oleh proses-proses dalam vesiculae seminales dan ductuli ejaculatorii, pada hipoplasia dan radang vesiculae seminales dan pada penyumbatan partial ductuli ejaculatorii kadar fruktosa menurun. Penyumbatan ductuli ejaculatorii yang total berakibat kadar fruktosa dalam mani menjadi nol.



BAB IV
TERMINOLOGI

Berikut beberapa terminalogi yang dipergunakan dalam spermatologi :
1. Azoospermia : Dalam ejakulat tidak terdapat / ditemukan sperma
2. Aspermatogenesis : Tidak terjadi pembuatan spermatozoa di dalam testis.
3. Aspermia : Tidak terdapat ejakulat
4. Normospermia : Jumlah volume sperma 2-5 ml.
5. Hypospermia : Volume ejakulat kurang dari 1 ml
6. Hyperspermia : Volume ejakulat lebih dari 6 ml
7. Hypospermatogenesis : Proses pembentukan spermatozoa sangat sedikit didalam testis.
8. Oligospermia : Jumlah spermatozoa di bawah kriteria normal (di bawah 20 juta tiap ml sperma)
9. Normozoospermia : Jumlah spermatozoa dalam batas normal berkisar antara 40-200 juta/ml.
10. Asthenospermia : Jumlah spermatozoa yang bergerak dengan baik di bawah 50%.
11. Necrospermia : Semua spermatozoa dalam keadaan mati.
12. Extrem oligospermia : Jumlah spermatozoa di bawah 1 juta untuk tiap 1 ml ejakulat.
13. Asthenozoospermia : Spermatozoa yang lemah sekali gerak majunya.
14. Teratozoospermia : Bentuk spermatozoa yang abnormal lebih dari 40%.
15. Nekrozoospermia : Bila semua spermatozoa tidak ada yang bergerak atau hidup.
16. Kriptozoospermia : Bila ditemukan spermatozoa yang tersembunyi yaitu bila ditemukan dalam sedimen sentrifugasi sperma.
17. Polizoospermia : Bila jumlah spermatozoa lebih dari 250 juta per ml sperma
18. Leukospermia : Warna sperma putih keruh serupa susu karena terdapat leukosit yang banyak.
19. Hemospermia : Warna sperma kemerahan karena terdapat erythrosit yang banyak.
20. Residual Body : Sisa sitoplasma yang melekat pada spermatozoa yang belum matur.


BAB V
PEMBAHASAN

A. Hal – hal yang perlu diperhatikan pada pengambilan sampel.
-Bila pengambilan dengan cara masturbasi, jangan sampai ada sperma yang tertumpah keluar wadah atau sperma tidak semuanya dikeluarkan. Semua sperma dikeluarkan sampai tetes terakhir.
-Sperma yang telah berhasil dikeluarkan, ditampung dalam wadah yang memenuhi syarat yang telah ditentukan karena sifat sperma, khususnya spermatozoa mudah rusak karena pengaruh luar.
-Penyerahan sampel sperma ke laboratorium harus segera karena beberapa parameter sperma mempunyai sifat mudah berubah karena pengaruh luar . sperma yang dibiarkan begitu saja akan berubah pH, viskositas , motilitas spermatozoanya dan berbagai sifat biokimianya.
-Bila setelah senggama ke-1, kemudian penderita mengalami mimpi basah (night pollution), maka jarak abstinensia dihitung sejak mimpi basah. Hal ini perlu diutarakan sebab waktu 3 – 5 hari abstinensia sudah cukup untuk memulihkan kembali semua unsur sperma, baik dari sekret kelenjar asesoris alat kelamin laki – laki maupun jumlah spermatozoa dari kegiatan tubuli seminiferi.
-Abstenentia yang kurang atau lebih dari waktu yang ditentukan akan mempunyai nilai lain, dan ini menjadikan nilai hasil pemeriksaan sperma tidak sepenuhnya benar.
Pemeriksaan ulang dapat dilakukan karena pemeriksaan yang hanya satu kali belum mencerminkan spermiogram ( Gambaran ) rata – rata.
-Segera setelah di terima petugas laboratorium, hendaknya sperma secepatnya diperiksa. Sperma harus diletakkan di dalam suhu kamar.
-Hal lain yang perlu diberitahukan kepada pasien ialah pada waktu abstensia janganlah minum obat-obat apapun, apalagi minum obat-obat perangsang seks, tonikum, atau semacamnya. Hal ini agar diperlukan benar-benar sperma yang diperiksa tidak dipengaruhi oleh obat-obatan.

B. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan motilitas sperma
-Tetesan pada objek glass diusahakan sama besarnya untuk setiap pemeriksaan. Bilamana tetesan tidak sama besarnya pengamatan spermatozoa secara prosentase dan kuantitatif akan berbeda
-Tekanan gelas penutup pada tetesan sperma harus rata dan sama bagi tiap sampel sperma untuk memperoleh hasil pemeriksaan yang cermat, sebab besar kecilnya tetesan dan berat ringannya gelas penutup berpengaruh pada motilitas spermatozoa.
-Pemeriksaan harus dilakukan setelah gelas objek ditempelkan. Bila terlalu lama dibiarkan, baru kemudian diperiksa, akan terjadi perbedaan dalam motilitas spermatozoa.
-Pemeriksaan motilitas sperma biasanya dilaksanakan setelah liquefaksi terjadi keseluruhan. Pada saat itu sperma telah homogen, sehingga spermatozoa dapat lebih bebas. Liquefaksi sempurna biasanya terjadi 15- 30 menit setelah ejakulasi.
-Pemeriksaan motilitas berurutan sampai 2-3 jam seteleh ejakulasi dimaksudkan untuk mengetahui derajat penurunan motilitas spermatozoa. Sebab pada keadaan normal, kemunduruan motilitas terjadi kira-kira 10-20 % dalam waktu 2 – 3 jam. Tetapi kalau dalam waktu tersebut turunnya motilitas lebih dari 20 %, berarti daya tahan motilitas spermatozoa itu berkurang.
-Dalam melaksanakan pemeriksaan motilitas berurutan ini, temperatur laboratorium harus dijaga agar konstan, sebab perbedaan suhu juga berpengaruh terhadap motilitas spermatozoa.
-Sperma yang diteteskan pada gelas obyek kemudian ditutup dengan gelas penutup. Menutupnya harus baik agar jangan sampai ada gelembung udara di dalamnya atau jangan sampai tetesan sperma luber keluar gelas penutup.
-Tekanan gelas penutup pada tetesan sperma harus rata dan sama bagi setiap sampel sperma. Untuk maksud itu tidak boleh sembarang ukuran gelas penutup dipergunakannya. Gelas penutup harus yang sama ukurannya yaitu 18 mm x 18 mm.

C. Hal – hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan vitalitas
-Spermatozoa yang hidup (Viable) tidak berwarna, dengan latar belakang kemerahan, sedangkan spermatozoa yang mati berwarna kemerahan karena dinding spermatozoa rusak, zat warna masuk kedalam sel, sel berwarna merah. Spermatozoa hidup tetap tak berwarna karena dinding sel masih utuh, tidak dapat ditembus zat warna.
-Untuk membuat pengecatan vitalitas yang baik, zat warna harus baru jangan terlalu kental dan jangan banyak endapan.

D. Hal – hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan jumlah sperma
-Biasanya didapat 70 juta atau lebih banyak spermatozoa per ml ; kalau jumlah kurang dari 20 juta per ml , ada kemungkinan mati itu kurang memadai dalam hal fertilitas.
-Tetapi kita harus berhati – hati dalam mengambil kesimpulan seperti itu. Tidak jarang dilihat bahwa hasil pemeriksaan mani berikutnya atau yang mendahuluinya berbeda jauh. Dapat juga dilakukan pada pemeriksaan motilitas hanya sedikit sekali spermatozoa kelihatan bergerak aktif.

E. Hal – hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan morfologi sperma
-Untuk sperma dengan kepadatan tinggi, tetesan dibuat kecil dan hapusannya lebih cepat dan berat dan untuk spermatozoa kepadatan rendah dibuat tetesan lebih besar dan hapusannya lebih lambat dan ringan.
-Jika jumlah kepadatan spermatozoa kurang dari 10 juta / ml sediaan hapus dibuat dari sentrifugasi dengan 2000 rpm selama 15 menit.
-Sediaan / hapusan sperma dapat diwarnai dengan cat : Giemsa, Mayer, O. Steeno, Fast green, Wright, Bryan / leishman dan papanocolou.
-Sel-sel bundar terdapat pula pada ejakulat, dan dapat diamati pada analisis sperma. Pada pemeriksaan sperma dengan pengecetan sederhana, yakni dengan metilin blue, sel – sel tersebut telah tampak sel-sel itu ialah lekosit, polimorfonuklear dan monosit.

F. Hal – hal yang harus diperhatikan pada perlakuan mikroskop
-Letakkan mikroskop ditempat yang datar dan tidak licin.
-Bersihkan lensa dengan kertas lensa atau kain yang lembut yang dibasahi dengan xylol setiap kali setelah selesai bekerja.
-Jangan merendam/membersihkan lensa dengan alkohol atau sejenisnya karena akan melarutkan perekatnya sehingga lensa dapat lepas.
-Bersihkan dan lumari penyangga setiap minggu.
-Periksa kelurusan sumbu kondensor setiap bulan.
-Simpanlah mikroskop ditempat yang tingkat kelembabannya rendah, dapat dengan cara memberikan lampu wolfram atau dengan silica gel.
-Jangan menyentuh lensa objektif dengan jari.
-Jangan biarkan mikroskop tanpa lensa okuler atau objektif, karena kotoran akan mudah masuk.
-Saat mikroskop disimpan, lensa objektif 40 x atau 100 x tidak boleh berada lurus dibawah kondensor, karena dapat mengakibatkan lensa pecah bila ulir mikrometer atau makrometernya rusak.


BAB IV
KESIMPULAN
Pemeriksaan sperma merupakan salah satu jalan yang termudah untuk mengetahui tingkat kesuburan/fertilitas dan infertilitas seorang pria. Tingkat kesuburan ini memberi kesan, akan kemampuan seorang pria untuk memperoleh keturunan. Seorang pria dengan tingkat kesuburan yang rendah atau steril sulit baginya untuk memperoleh keturunan. Oleh karena hal tersebut diatas, maka seyogyanyalah seorang pria memeriksakan dirinya untuk mengetahui tingkat kesuburannya.
Seseorang yang akan memeriksakan spermanya, sebaiknya terlebih dahulu melakukan pantangan (abstinensi) untuk tidak mengeluarkan sperma sedikit-dikitnya selama 3 hari (3 x 24 jam) dengan alasan menurut penyelidikan, jangka waktu sebesar itu sudah cukup untuk suatu spermiogenesis dan untuk sampel yang baik.
Segera setelah diterima petugas laboratorium, hendaknya sperma secepatnya diperiksa. Sperma harus diletakkan di dalam suhu kamar. Contoh sperma tidak boleh didinginkan dibawah 20OC atau dipanaskan diatas 40C, oleh karena kedua hal ini dapat mempengaruhi motilitas dan viabilitas spermatozoa.


DAFTAR PUSTAKA

Koentjoro Soehadi.T, K.M.Arsyad, Analisis Sperma, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya, FK Univ. Sriwijaya Palembang .Juli 1982.
IDI, Pengaruh pajanan Pb terhadap kualitas spermatozoa, Majalah Kedokteran Indonesia (The Journal of the Indonesian Medical Association), Vol.51 .No.5,Mei 2001.
Depkes RI, PusLabkes, Petunjuk Pelaksanaan Pemantapan Mutu Internal Lab.kes,1997.
Penuntun Laboratorium Klinik, R.Gandasoebrata, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta, 1989
Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Frances.K.Widmann, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1995
Diktat Kimia Klinik Jilid I, Pusdiknakes, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 1989
Diktat Penuntun Praktikum Kimia Klinik, Muhamad Muslim, SMAK Depkes Banjarmasin, Banjarbaru, 1991
Ronald A.Sacher, Richard A. Mc.Pharson, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.


LAMPIRAN

Daftar Nilai normal pemeriksaan spermatozoa :
1. Volume : 2-5 ml
2. Warna : berwarna putih seperti kanji, putih keabuan, putih kekuningan
3. Bau : Berbau khas seperti bunga akasia
4. pH : 6,8-7,8
5. Koagulum : Ada saat sperma baru keluar berupa gumpalan putih.
6. Liquefaksi : likuefaksi 15-20 menit.
7. Viskositas : Waktu 1 tetesan 1-2 detik. Lebih 2 detik viskositas tinggi
8. Aglutinasi : Baik aglutinasi sejati atau palsu tidak ada.
9. Leukosit : Jika lebih dari 1.000/mm ada infeksi atau pencemaran pada traktus genitalis dan atau kelenjar asesoria.
10. Motilitas : Motil aktif > 60-70%, motil tak aktif <20-30% dan tidak motil <10%.
11. Jumlah : 20-70 juta spermatozoa/ml ejakulat.
12. Viabilitas : Diatas 75% atau lebih yang hidup.
13. Morfologi Normal : Yang normal morfologinya harus diatas 75%.
14. Fruktosa : 150 – 450 mg/dl fruktosa

Thanks for paper : Triya Kurniawan, AMd.AK (Lab.RS Ansari Saleh Banjarmasin), M.Wahyuni, AMd.AK (Puskesmas Mungkur Angung, Tabalong) dan M.Rusbandi Thabit, AMd.AK (Puskesmas Nagara, HSU)

Kompetensi Flebotomi



Kompetensi Profesional Flebotomi
Nurhayana, Rulan D.N.Pakasi
Bag.Patologi Klinik FKUH-UP Laboratorium RSWS Makassar

I. Pendahuluan
Flebotomi(bahasa inggris:phlebotomy) berasal dari kata Yunani phleb dan tomia. Phleb berarti pembuluh darah vena dan tomia berarti mengiris/memotong (“cutting”).Dulu dikenal istilah venasectie(Bld), venesection atau venisection(Ing).
Flebotomist adalah seorang tenaga medic yang telah mendapat latihan untuk mengeluarkan dan menampung specimen darah dari pembuluh darah vena, arteri atau kapiler.Akhir-akhir ini dikenal lagi suatu teknik microcollection.
Praktek pengeluaran darah(bloodletting) sudah sejak lama dikenal manusia dan menjadi bagian dari pengobatan pasien. Teknik pengeluaran darah yang pertama(tahun 100 SM) dilakukan oleh dokter-dokter dari Syria dengan menggunakan lintah. Sebelum dikenal Hippocrates dengan sebutan”Bapak Ilmu Kedokteran”(abad 5 SM), seni pengambilan darah banyak mengalami perubahan demikian pula berbagai alat untuk keperluan pengambilan dan penampunngan bahan darah. Lanset untuk pengambilan darah digunakan pertama kali sebelum abad ke 5 SM dengan tetap mengacu kepada lintah sebagai bentuk dasar.Dengan lanset ini seorang dokter (practitioner) melubangi vena, kadang-kadang sampai beberapa lubang.Menjelang akhir abad 19 barulah teknologi mengambil alih memproduksi “lintah artificial”.Kini telah dikenal beragam alat pengambilan darah dan mudah diperoleh di pasaran.
Kebanyakan pengambilan specimen darah pasien saat ini masih dilaksanakan oleh teknisi/analis laboratorium baik diruang laboratorium maupun diruang perawatan; padahal jabatan dan kandungan tugas seorang teknisi atau analis laboratorium tidak sejalan dengan tannggung jawab dan kegiatan/aktivitas seorang pengambil specimen darah(dalam hal ini seorang flebotomis). Obyek yang dihadapi oleh teknisi/analis laboratorium adalah peralatan pemeriksaan sedang obyek yang dihadapi oleh flebotomis adalah pasien(atau orang sehat) yang dilekati oleh banyak hal : sifat, perilaku,masalah intern/pribadi dll. Hal-hal ini sedikit banyaknya bias menjadi penghalang dalam kelancaran proses pengambilan specimen darah dan hal-hal ini pula yang harus biasa dihadapi dan diatasi seorang flebotomis.
System pelayanan kesehatan yang berkembang akhir-akhir ini untuk tujuan kesejahteraan pasien mengacu kepada pelayanan kesehatan oleh tim(team oriented). Dengan sendirinya, pelayanan laboratorium akan selalu menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan menyeluruh dan seorang flebotomis menjadi orang yang sanngat penting(crucial) karena menempati posisi awal dalam rangkaian proses pemeriksaan tes laboratorium. Posisi awal ini berada dalam penngawasan program pemantapan mutu(fase pra-analitik) hasil laboratorium sehingga salah benarnya flebotomis melaksanakan tugasnya akan mempengaruhi mutu hasil tes. Hasil pemeriksaan laboratoriumyang benar dan akurat merupakan andil/modal dari tim laboratorium (mencakupi juga flebotomis) dalam menunjang diagnosis dan pemantauan penyakit. Oleh sebab itu, peran dan tanggung jawab seorang flebotomis dalam melaksanakan tugasnya harus senantiasa disadari.
Tuntutan peran dan tanggung jawab ini yang mungkin menjadi landasan dikembangkannya proses pengambilan specimen darah menjadi sebuah profesi tersendiri.
Seorang flebotomis harus menyiapkan diri dalam banyak hal antara lain:
- Memahami pengetahuan anatomi dan fisiologi tubuh manusia
- Memahami situasi pasien
- Memahami teknik komunikasi
- Memahami peralatan dan prosedur pengambilan specimen darah
- Memahami penyiapan dan pengiriman bahan
- Memahami proses pengendalian mutu
- Dsb
II. Kompetensi Profesional
1. Pengertian
Kompetensi kemampuan atau pengetahuan yang dibutuhkan seseorang untuk melaksanakan suatu tugas/aktifitas tertentu secara berhasil.
Professional : seseorang yang memiliki kompetensi tinggi dalam melaksanakan suatu aktifitas tertentu.
Kompetensi berarti memiliki kemapuan atau pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan secara sukses.Seseorang yang kompeten (competent) adalah orang yang (karena memiliki pengetahuan) efisien dan mampu melaksanakan kegiatannya dengan berhasil. Sejalan dengan pemehaman ini, seorang flebotomis yang memiliki kompetensi adalah seorang tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan seputar flebotomi dan berkemampuan melaksanakan pengambilan darah secara efisien(berdaya guna) dan efektif (berhasil-guna)
Kompetensi yang dituntut dan harus dimiliki seorang flebotomis bervariasi sesuai situasi dan kondisi institusi pelayan kesehatan tempat kerjanya. Seyogyanya kompetensi seorang flebotomis meliputi:
1. Menerapkan pengetahuan:istilah medic, prinsip prosedur, sumber kesalahan, dasar-dasar pengendalian infeksi, prosedur pelaksanaan standar (SOP), sifat biologic dasar.
2. Melakukan pemilihan yang sesuai:urutan tindakan, peralatan/metodik/prosedur, lokasi pengambilan darah.
3. Menyiapakan pasien dan peralatan
4. Menilai keadaan pasien dan sample, kemungkinan sumber kesalahan, masalah teknis/prosedur, metodik dan tindakan yang sesuai, tindakan perbaikan.
Kompetensi lainnya merupakan kompetensi tambahan guna memudahkan flebotomis melaksanakan pekerjaannnya :
a. Melakukan komunikasi dengan pasien
b. Melakukan aktifitas tata-usaha (telepon,janjian,simpan data)
c. Menjaga kebersihan tempat kerja(membantu penghambatan penyebaran penyakit)
2. Etika Profesional
Etika adalah prinsip-prinsip perilaku yang dibuat oleh badan-badan/organisasi profesi untuk mengawasi sikap dan perangai para anggotanya terutama berkenaan dengan moralitas.
Tujuan etika profesi adalah untuk memelihara keluhuran profesi dan melindungi masyarakat pengguna.Biasanya etika profesi ditulis dalam bentuk kode etik dan pelaksanaannya dibawah pengawasan sebuah majelis atau dewan kehormatan etik.
Perilaku yang professional adalah tingkah laku berkaitan dengan keluhuran profesi.
Perilaku yang dimaksud adalah :
1. Keinginan yang tulus dalam perawatan kesehatan
- Keinginan melayani pasien
- Keinginan memiliki pengetahuan berkenaan dengan pengambilan specimen darah
- Memiliki kestabilan dan kematangan emosi dalam berkomunikasi dengan pasien
2. Rasa tanggung jawab untuk melakukan tugas dengan baik untuk menjaga keutuhan profesi
- Melaksanakan tugas/prosedur dengan baik (tidak hanya pada waktu ada pengawasan)
- Tanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri (kebersihan tempat kerja, sering cuci tangan)
- Melaksanakan sampling tepat waktu
3. Pengabdian kepada kinerja bermutu tinggi
- Meningkatkan dan memelihara keterampilan
- Mempelajari dan menguasai teknik dan prosedur keselamatan baru, peralatan baru, dan perubahan/perkembangan ilmu pengetahuan.
- Rajin bertanya dan minta bantuan dalam situasi yang sulit
- Menghormati hak pasien dalam hal keleluasaan dan kerahasiaannya.
4. Kecenderungan untuk selalu bersih
- Melindungi diri sendiri dari pasien
- Meyakini dan meyakinkan bahwa teknik yang steril, kebersihan individu dan tempat kerja yang baik berpengaruh kepada keselamatan dan perawatan kesehatan bermutu.
5. Kepuasan profesi dapat dicapai dari:
- Peningkatan keterampilan dan pengetahuan professional secara berkesinambungan
- Menyadari bahwa orang lain tergantung kepada keberhasilan kerja flebotomis
- Menyadari bahwa keterampilan flebotomis berperan serta dalam perbaikan pasien.

SITOHISTOTEKNOLOGI



SITOHISTOTEKNOLOGI

Pendahuluan
Sitohistoteknologi terdiri dari : Sito berarti sel dan Histo berarti jaringan. Jadi merupakan ilmu yang mempelajari tentang sel dan jaringan. Apakah unsur-unsur jaringan itu? Dalam jaringan pada umumnya terdapat 3 komponen dasar yang menyusunnya yaitu : Sel , Substansi Interseluler dan Cairan.
1. Sel
Merupakan komponen yang bersifat hidup dalam jaringan dan merupakan unit struktural dan fungsional yang terkecil dari organisme.
2. Substansi Interseluler
Bersifat tidak hidup dan sebagai hasil produksi sel. Terdapat diantara sel-sel didalam jaringan. Bentuk fisiknya dapat dipilahkan :
a. Sebagai substansi dasar karena tidak berbentuk dan dalam keadaan setengah padat.
b. Sebagai serabut.
3. Cairan
Merupakan komponen yang menonjol dalam plasma darah, cairan limfa, cairan jaringan dsb.

Susunan kimia jaringan tubuh kita terdiri atas :
Air 65 - 70 %
Protein 10 %
Lipid 10 - 15 %
Karbohidrat 10 %
Zat Anorganik 5 %
Berdasarkan fungsi dan strukturnya jaringan tubuh dikelompokkan menjadi 4 macam jaringan dasar yaitu :
1. Jaringan Epitil
Terdiri dari kumpulan sel-sel yang sangat rapat susunannya sehingga membentuk suatu lembaran, oleh karena itu disebut pula sebagai membran epitil / epitil saja untuk membedakan dengan epitil kelenjar. Jaringan ini tidak mempunyai substansi interseluler dan cairannya sangat sedikit.

2. Jaringan Pengikat
Sel-selnya tidak rapat susunannya karena dipisahkan oleh sunstansi interseluler yang nyata. Fungsi utama adalah mengikatkan ketiga jenis jaringan dasar lainnya ataupun antara organ-organ dalam tubuh. Fungsi lain adalah sebagai jaringan penyokong dll.
Oleh karena itu atas dasar struktur dan fungsi yang berbeda tersebut jaringan pengikat dalam arti luas dikelompokkan dalam :
1. Jaringan pengikat sebenarnya
2. Jaringan Kartilago
3. Jaringan Tulang
4. Jaringan Mieloid
5. Jaringan Darah
6. Jaringan Limfoid

3. Jaringan Otot
Terdiri atas sel-sel yang berfungsi untuk menggerakkan bagian-bagian tubuh. Pada umumnya selnya berbentuk memanjang bahkan dapat berbentuk sebagai serabut yang dapat berubah memendek.

4. Jaringan Syaraf
Terdiri dari sel-sel yang mempunyai tonjolan-tonjolan yang berfungsi menghantarkan impuls listrik dalam tugas koordinasi kegiatan alat-alat tubuh.


EPITIL PERMUKAAN

Epitil dikelompokkan menjadi :
1. Jaringan epitil yang menutupi dan membatasi permukaan luar dan dalam tubuh yang disebut sebagai epitil permukaan.
2. Jaringan Epitil yang tumbuh kedalam jaringan pengikat menjadi epitil kelenjar.

Asal Epitil
Sebagian besar epitil tumbuh dari lapisan ektoderm dan endoderm embrio, walaupun ada sejumlah epitil berasal dari mesoderm (misal pada sistem urogenitalis dan cortex glandula suprarenalis).
Epitil yang berbentuk membran dan berasal dari mesoderm ada 2 macam yaitu :
a. Endothelium / Endotil
Merupakan susunan sel-sel yang membatasi permukaan dalam pembuluh darah, jantung dan penbuluh limfa.
b. Mesothelium / Mesotil
Merupakan susunan sel-sel yang membatasi rongga tubuh yang besar yang juga menutupi beberapa organ tertentu misal yang melapisi Peritoneum, Pleura dan Pericardium.

Fungsi Umum Membran Epitil :
1. Proteksi / Perlindungan, karena epitil melapisi permukaan dalam dan luar tubuh.
2. Absorbsi, misal : epitil yang membatasi permukaan dalam usus. Selain berfungsi perlindungan juga berperan dalam proses penyerapan hasil-hasil pencernaan makanan yang bekerja secara selektif.
3. Lubrikasi
Misal epitil yang melapisi vagina yang tidak memiliki kelenjar.
4. Sekretoris , bertindak sebagai kelenjar.
Macam Epitil
Epitil diklasifikasikan berdasarkan :
a. Bentuk sel-sel yang menyusunnya.
b. Jumlah susunan sel-sel dalam epitil dsb.

Bentuk sel Epitil
Pada umumnya dibedakan 3 macam yaitu :
1. Sel Gepeng
2. Sel Kuboid
3. Sel Silindris

1. Sel Gepeng
Karena berbentuk sebagai sisik ikan (squamous cell). Ukuran tinggi / tebal kurang dari ukuran ukuran panjang dan lebar selnya. Dari permukaan tampak sel-sel bentuk poligonal.
2. Sel Kuboid
Ukuran tebal dan panjang yang sama sehingga nampak sebagai bujur sangkar. Dari permukaan bentuk sel tampak poligonal.
3. Sel Silindris
Ukuran tinggi melebihi ukuran lebarnya. Dari permukaan bentuk sel tampak poligonal biasanya inti bentuk oval terletak agak kearah basal.

Berdasarkan susunan sel-sel yang membentuk epitil dibedakan menjadi :
- Epitil selapis (Epithelium simplex)
- Epitil berlapis (Epithelium complex)
- Epitil semu berlapis / epitil bertingkat (Epithelium Pseudocomplex)

Atas dasar bentuk sel dan susunan sel yang membentuk epitilnya maka penamaannya yang terdapat dalam tubuh menentukan jenis epitil :
1. Epitil Gepeng Selapis (Epithelium Squamous Simplex)
Seluruh sel yang menyusun epitil ini berbentuk gepeng dab tersusun dalam satu lapisan. Batas-batas sel baru jelas bila sediaan diwarnai dengan AgNO3. Epitil jenis ini terdapat misal pada : permukaan dalam membrana Tympani, Lamina Parietalis Capsula Bowmani, Rete testism Ductus Alveolaris, Alveoli pada paru-paru, Pars Descendens Ansa Henlei pada ginjal, Mesotil yang membatasi rongga Serosa, Endotil yang membatasi permukaan sistem peredaran.

2. Epitil Kuboid Selapis (Epithelium Cuboideum Simplex)
Agak jarang ditemukan dalam tubuh. Susunannya terdiri atas selapis sel yang berbentuk kuboid dengan inti yang bulat di tengah. Dijumpai pada Plexus Choroideus di Ventriculus otak, Folikel Glandula Thyroidea, Epithelium Germinativum pada permukaan ovarium, Epithelium Pigmentosum Retinae dan Ductus Excretorius beberapa kelenjar.

3. Epitil Silindris Selapis (Epithelium Cylindricum Simplex)
Terdiri atas selapis sel-sel yang berbentuk silindris sehingga inti yang berbentuk oval tampak terletak pada satu deretan. Diketahui pada permukaan sel lendir Tractus Digestivus dari lambung sampai anus, Vesica Fellea dan Ductus Excretorius pada beberapa kelenjar.

4. Epitil Gepeng Berlapis (Epithelium Squamousum Complex)
Lebih tebal dari epitil selapis. Pada potongan melintang permukaan tampak terlihat berbagai bentuk sel yang menyusunnya. Yang berbentuk gepeng hanyalah sel-sel pada lapisan permukaan, sel-sel yang terletak lebih dalam bentuknya berubah. Epitel jenis ini sangat cocok untuk fungsi proteksi, tetapi kurang cocok untuk fungsi sekresi. Epitel jenis ini dibedakan 2 macam :
a. Epitil Gepeng berlapis tanpa keratin.
Terdapat pada permukaan basah misal : Cavum oris, esophagus, Cornea, Conjunctiva, Vagina dan Urethra Feminima.
b. Epitil Gepeng berlapis berkeratin
Pada epidermis kulit.

5. Epitil Silindris Berlapis (Epithelium Cylindricum Complex).
Terdiri atas beberapa lapisan sel dengan lapisan teratas berbentuk silindris dan bagian basal selnya tidak mencapai membrana basalis. Ditemukan pada : peralihan Oropharynx ke Larynx, Urethra Pars Cavernosa, Ductus Excretorius beberapa kelenjar.

6. Epitil Kuboid Berlapis (Epithelium Cuboideum Complex)
Terdiri atas sel-sel permukaan yang berbentuk kuboid. Jenis ini tidak terlalu banyak diketemukan dalam tubuh misal : pada ductus excretorius glandula parotis dan dinding Anthrum Folliculli Ovarii.

7. Epitil Silindris Bertingkat (Epithelium Cylindricum Pseudocomplex)
Semua sel-sel yang menyusunnya mencapai membrana basalis, karena tinggi sel-selnya tidak sama, maka puncaknya tidak semua mencapai permukaan epitil.
Mempunyai modifikasi adanya silia pada permukaan sel yang berukuran tinggi disebut sebagai epitil silindris bertingkat bersilia yang terdapat pada : Trachea, Bronchus yang besar dan ductus deferens. Pada trachea sel-sel yang mencapai permukaan ada 2 jenis yaitu sel bersilia dan sel piala (Goblet cell) yang berfungsi sebagai sel kelenjar.

8. Epitil Transisional
Merupakan bentuk peralihan yang berubah bentuknya tergantung dari keadaan ruangan organ yang dibatasi. Epitil ini sangat tepat untuk melapisi permukaan suatu organ berongga yang selalu mengalami perubahan volume seperti kandung kemih.

Jaringan Otot
Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus berkontraksi sehingga ada gerakan. Otot terdiri atas serabut silindris yang mempunyai sifat yang sama dengan sel dari jaringan lain. Ada 3 jenis otot :
1. Otot bergaris (otot lurik, otot kerangka atau otot sadar) berkontraksi karena rangsangan saraf.
2. Otot Polos (otot tidak bergaris, otot licin, otot tak sadar) berkontraksi tanpa rangsangan saraf.
3. Otot jantung : otot bergaris seperti otot lurik, mempunyai kemampuan khusus : berkontraksi otomatis dan ritmis tanpa tergantung ada tidaknya rangsangan saraf.

Jaringan Saraf
Terdiri atas tiga unsur yaitu :
1. Unsur berwarna abu-abu yang membentuk sel saraf.
2. Unsur putih, serabut saraf
3. Neuroglia, sejenis sel pendukung yang menghimpun dan menopang sel saraf dengan serabut saraf.
Setiap sel saraf dengan prosensusnya yaitu neuron.

Jaringan Pengikat (Connective Tissue)
Gambaran Histologis yang merupakan ciri :
1. Terdiri dari macam-macam sel.
2. Terdapat substansi interseluler
3. Berasal dari jaringan Mesenkhim.

Fungsi :
1. Mengikat, menghubungkan dan mengisi celah antara jaringan lain.
2. Sebagai penyokong atau penopang
3. Berfungsi khusus.

Berdasarkan fungsi dan gambaran Histologis tsb dapat dikategorikan dalam beberapa kelompok :
1. Jaringan pengikat biasa
2. Jaringan pengikat penyokong yang mencakup kartilago dan tulang
3. Jaringan Hemopoietik, darah dan jaringan Limfoid

Komponen jaringan pengikat terdiri atas :
 Sel
 Substansi dasar : substansi amorf tempat komponen-komponen lain dari jaringan pengikat terendam.
- Mukopolisakarida (lendir) terdiri atas :
Asam hialuronik tanpa gugus sulfat dan asam kondroitin sulfurik.
- Glikoprotein (dapat diwarnai dengan PAS)
 Komponen Fibriler
- Serabut kolagen
- Serabut elastis
- Serabut Retikuler

Serabut Kolagen
Terbentuk dari protein dari kolam, merupakan jenis protein paling banyak dalam tubuh. Dimeter 1 m – 12 m, rata-rata 7,7 m. Dalam jaringan pengikat longgar sehingga tampak berjalan bergelombang. Merupakan gambaran serabut halus yaitu fibril. Pada kondisi segar berwarna putih berbentuk serabut putih dan merupakanbahan keras, bila direbus menjadi lunak disebut gelatin. Dengan pewarnaan biasa (H.E) berwarna merah muda / merah. Dengan pewarnaan khusus Van Giessen berwarna merah cerah, dengan Pewarnaan Mallory berwarna biru.

Serabut Elastis
Penyusunnya adalah protein elastis, bersifat sangat tahan terhadap pengaruh kimia, dalam keadaan segar berwarna kuning, bersifat kenyal. Pewarnaan HE berwarna lebih merah. Pewarnaan khusus yaitu zat warna Orcein / Resorchin-fuchsin (Weigert). Serabutnya tipis dan panjang dengan ketebalan < 1 m sampai dengan beberapa m.

Serabut Retikuler
Serabut-serabut halus yang saling berhubungan membentuk anyaman / jala. Sangat sulit dilihat dengan pewarnaan H.E. Dengan Impregnasi garam perak tampak anyaman hitam. Dapat diwarnai dengan PAS. Banyak dijumpai sebagai kerangka dalam jaringan Limfoid dan Hemopoeitik.

Berdasarkan Tingkat Diferensiasi jaringan pengikat dibedakan :
1. Jaringan Pengikat Embrional
Dalam embrio ada 2 jenis yaitu : jaringan mesenkhim dan jaringan mukosa. Jaringan mukosa yang juga merupakan jaringan embrional terdapat pada tali pusat, humor vitreus dalam bola mata. Bentuk sel oval stelat dengan inti sesuai bentuk selnya.
2. Jaringan Pengikat Dewasa
Ada 5 jenis :
1. Jaringan pengikat longgar
2. Jaringan pengikat padat
3. Jaringan pengikat retikuler
4. Jaringan pengikat berpigmen
5. Jaringan lemak.

1. Jaringan pengikat longgar
Mempunayai struktur longgar, komponen sel-selnya dipisahkan oleh substansi interseluler yang nyata. Jenis sel yang terdapat dalam jaringan ini adalah fibroblas, sel lemak, Plasmasit, Makrofag, mastosit, sel-sel mesenkhim belum berdifendiasi, sel imigran dan sel pigmen.
2. Jaringan pengikat padat
Hubungan komponen jaringan yang menyusunnya rapat.
3. Jaringan pengikat retikuler
Sebagian besar tersusun atas serabut retikuler, biasanya terdapat sel retikuler primitif / sel makrofag dengan semua bentuk peralihannya. Serabut dan sel-selnya membangun kerangka (stroma) dalam jaringan limfoid dan jaringan mieloid.
4. Jaringan pengikat berpigmen
Tidak banyak terdapat dalam tubuh, diantaranya terdapat sebagai Tunica Suprachoroidea dan lamina fusca yang terdapat dalam Sclera bola mata. Karena adanya pigmen, tidak memerlukan pewarnaan khusus karena sel berpigmen (melanosit) sangat mudah dicari.
5. Jaringan Lemak
Sebagai pelindung terhadap gangguan suhu dan mekanik, berperan penting dalam metabolisme.


Jaringan pengikat Penyokong
Terdiri atas cartilago (tulang rawan) dan tulang. Mempunyai daya tahan besar karena struktur yang sangat berbeda.
Cartilago (tulang rawan)
Tidak memiliki pembuluh darah untuk nutrisinya. Substansi dasar mengandung serabut kolagen atau dengan serabut elastis. Mempunyai kemampuan tumbuh cepat sehingga merupakan kerangka sementara yang baik untuk embrio yang kelak diganti dengan jaringan tulang.
Pada permukaan persendian, cartilago dipertahankan untuk mengatasi pergesekan antara ujung-ujung tulang.
Struktur Histologi : terdiri atas komponen sel, serabut-serabut, dan substansi dasar (matriks).
Pada permukaan cartilago terdapat jaringan pengikat padat fibrosa yaitu Perichondrium kecuali pada permukaan sendi.
Berdasarkan jumlah matriks dan komposisi serabut-serabutnya dalam tubuh ada 3 jenis cartilago yaitu :
1. Cartilago Hyalin
Berwarna putih bening, terdapat pada permukaan persendian sebagai cartilago articularis. Pada saluran nafas, hidung, larynx, trachea, bronchus sebagai kerangka dinding.
2. Cartilago Elastis
Berwarna kekuning-kuningan, lebih lentur, terdapat pada cuping telinga, dinding saluran telinga luar, tuba eustachii, epiglotis, dan sebagian kerangka larynx.
3. Cartilago Fibrosa
Bentuk peralihan dari cartilago hyalin yaitu jaringan pengikat padat.

Jaringan Tulang
Beberapa perbedaan pokok dengan cartilago adalah :
1. Tulang memiliki sistem kanalikuler yang menembus seluruh substansi tulang.
2. Tulang memiliki jaringan pembuluh darah untuk nutrisi sel-sel tulang
3. Tulang hanya dapat tumbuh secara aposisi.
4. Substansi interseluler tulang selalu mengalami pengapuran.
Adanya pengapuran dalam substansi tulang sehingga pembuatan sediaan tulang yang disayat memerlukan teknik khusus. Agar mudah disayat dengan mikrotom, garam kapur dalam substansi interseluler dikeluarkan dahulu dengan dekalsifikasi menggunakan asam (misal : asam nitrat 5 % atau dengan EDTA / Ethylene Diamine Tetra acetic Acid). Cara lain tanpa dekalsifikasi adalah dengan menggosok sampai menjadi keping-keping tulang sangat tipis sehingga dapat diamati dengan mikroskop cahaya.

PERADANGAN
Radang adalah merupakan reaksi lokal jaringan vaskuler terhadap jejas. Tanda utama radang :
1. Bengkak (tumor).
2. Merah (Rubor)
3. Panas (Calor)
4. Nyeri (Dolor)
5. Gangguan Fungsi

Dasar Reaksi radang :
Suatu jaringan vaskuler bila mendapat jejas akan terjadi perubahan-perubahan sebagai usaha tubuh untuk memusnahkan agent yang membahayakan. Perubahan-perubahan tersebut antara lain :
1. Perubahan Hemodinamika
a. Vasokonstriksi
b. Vasodilatasi
c. Aliran darah menurun
d. Leukosit akan menepi (margination) dan memipih sepanjang dinding pembuluh darah (pavementing).
2. Perubahan permeabilitas
3. Eksudasi leukosit dan memakan agen (fagositosis)

Tahap-tahap proses fagositosis :
1. Pengenalan (recognation) melalui proses opsonisasi
2. Ditelan dengan pembentukan pseudopoda fagolisosom
3. Penghancuran (degradation)

Beberapa cara penghancuran agent yang sudah berada didalam fagolisosom :
1. Mekanisme penghancuran yang tergantung dengan oksigen
a. Sistim H2O2 myeloperoksidase halide
b. Super oksida (O2-)
2. Mekanisme penghancuran yang tidak tergantung dengan oksigen
a. Ion hidrogen yang mempengaruhi pH
b. Enzim lisosome
c. Fagositin

Mediator kimiawi radang :
Berupa yang berasal dari plasma, sel maupun jaringan yang rusak. Bahan tersebut diantaranya :
1. Vasoactive amin
2. Plasma Protease
a. Sistim Kinin
b. Sistim komplemen
c. Sistim koagulasi fibrinolitik
3. Prostaglandin
4. Produk Netrofil
5. Mediator lain seperti : Slow Reacting Substance, Endogeneus Pyrogen dan Substan P.

Sel Radang
Merupakan sel yang ikut aktif pada reaksi radang. Yang termasuk sel radang antara lain :
1. P.M.N : Neutrofil, Eosinofil dan Basofil
2. Monosit
3. Limfosit
4. Plasma Cell : Sel B, Sel T dan Sel Noel.

Neutrofil
Merupakan sel yang pertama yang mengikuti reaksi keradangan. Disamping berfungsi untuk pertahanan tubuh juga ikut mengembangkan reaksi keradangan lebih lanjut. Mempunyai 2 jenis granula :
1. Granula yang spesifik, berisi :
a. Lisosim
b. Lactoferrin
c. Alkaline Fosfatase
2. Azurophilic Granula, berisi :
a. Acid Hydrolase
b. Neutral Protease
c. Myeloperoksidase
d. Lisosim
Neutrofil merupakan sel dengan diferensiasi yang tinggi, sel ini mempunyai :
1. Reseptor pada membran yang berfungsi untuk pengenalan benda asing.
2. Protein yang kontraktil yang berfungsi untuk pergerakan perubahan bentuk.
3. Bahan-bahan untuk fagositosis maupun penghancuran dalam sitoplasma.

Eosinofil
Dengan pewarnaan eosin berwarna merah, sitoplasmanya mengandung granula yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap asam eosin. Sel ini mempunyai bahan-bahan :
1. Peroksidase (untuk deaminasi oksidatif histamin)
2. Aryl Sulfatase B (yang merusak SRS dari reaksi anafilaktik)
3. Histaminase ( untuk deaminasi oksidatif histamin)
4. Fosfolipase D (yang menginaktifkan platelet anaphylaxis factor)
Sel ini selain berfungsi melindungi tubuh dari benda asing juga berfungsi mengakhiri reaksi alergi. Sel ini juga banyak dijumpai pada infeksi parasit.

Basofil dan Mast Cell
Mempunyai fungsi yang mirip didalam reaksi alergi (hipersensitivitas tipe I). Perbedaan secara morfologi :
- Basofil mempunyai inti besar berlobi, sitoplasma mengandung granula yang berisi heparin, histamin dan tidak mengandung asam hidrolase.
- Basofil didapatkan didalam sirkulasi
- Mast cell diduga berasal dari jaringan ikat, mempunyai inti yang bulat dan bergranula yang mengandung heparin, histamin, dan asam hidrolase.

Monosit dan makrofage
Merupakan sel pembersih didalam tubuh. Berada di lokasi keradangan pada stadium lanjut, memakan partikel asing, debris dari sel tubuh yang rusak, darah merah yang rusak, protein dll. Termasuk sistim phagositosis yang mononuklear.
Didalam reaksi keradangan Makrofage bertugas :
1. Fagositosis dan penghancuran organisme / benda asing
2. Melepaskan enzim yang potensial
3. melepaskan bahan kemotaksis dan permeabilisator yang berfungsi untuk memperpanjang reaksi keradangan.
4. Melepaskan bahan-bahan yang merangsang leukositosis dan panas.
5. Melepaskan bahan yang membantu penyembuhan
6. Melepaskan protein yang penting untuk pertahanan tubuh.

Limfosit dan Plasma cell
Berfungsi didalam reaksi imunologis dan memproduksi antibodi. Berfungsi didalam reaksi hipersensitivitas yang lambat. Banyak didapatkan pada radang Granulomatous seperti tbc, lues dan reaksi radang akibat infeksi virus maupun Rickettsia.

Jenis radang :
1. Radang akut
2. Radang kronis
3. Radang granulomatik

1. Radang Akut
Ditandai adanya perubahan permeabilitas vaskuler dan eksudasi. Eksudatnya berisi cairan plasma, protein dan sel. Berdasarkan komposisi bahan-bahan tersebut maka eksudat radang akut dapat dibagi :
a. Eksudat yang serous
Merupakan eksudat yang rendah protein, dapat Berasal dari serum darah atau sekresi sel mesotel, misal : eksudat luka bakar. Secara mikroskopis sukar dilihat ; biasanya berdasarkan adanya ruangan abnormal diantara sel yang berisi presipitat yang halus.
b. Eksudat Fibrinosa
Mrpkan eksudat yang kaya protein, termasuk fibrinogen dan endapan masa fibrin yang khusus pada respons inflamasi tertentu. Misal : rematik yang mengenai cavum pericardii.
c. Eksudat Supurative atau Purulent
Eksudat kaya akan pus yang banyak dihasilkan kuman pyogenik misal : Staphylococcus, Pneumococcus dsb. Eksudat purulent sering dijumpai pada apendisitis akut, abses.
d. Eksudat Hemoragik
Eksudat ini akibat beratnya jejas akibat pecahnya pembuluh darah atau diapedesis eritrosit. Dasarnya adalah dapat berupa eksudat fibrinosa atau supuratif, oleh karena terjadi ekstravasasi sehingga disebut Eksudat hemoragik.

2. Radang Kronis
Berjalan lama, terdapat proses fibroblastik (proliferasi) sehingga proses eksudasi sangat berkurang. Sel radang yang sering tampak adalah sel radang yang mempunyai gerakan lambat misal : limfosit, monosit dll.

3. Radang Granulomatous
Merupakan radang kronis yang membuat jaringan granulasi yang khusus yang disebut granuloma. Granuloma merupakan kumpoulan sel radang (modifikasi makrofage) yang dikenal sebagai sel epiteloid, Biasanya dikelilingi oleh lingkaran limfosit. Secara histologis (dari luar kedalam) suatu granuloma terdiri dari 3 daerah :
1. Daerah Limfosit (paling luar)
2. Daerah sel epilteloid, dapat disertai maupun tanpa sel datia.
3. Dibagian tengah pada tuberkel lunak didapatkan nekrosis pengejuan .
Granuloma didapatkan pada TBC, Sarkoidosis, Kandidiasis, lues dan Aktinomikosis.
 
JAGOAN © 2011 | Designed by Chica Blogger, in collaboration with Uncharted 3, MW3 Forum and Angry Birds Online